Tax100 税百

  • 在线人数 1508
  • Tax100会员 33630
查看: 292|回复: 0

[东南亚] 印度尼西亚《1983第8号关于服务及货品及奢侈品增值税的法例》

446

主题

820

帖子

1932

积分

超级版主

Rank: 8Rank: 8

积分
1932
2024-11-25 16:36:39 | 显示全部楼层 |阅读模式
政策文件
政策原文链接: https://peraturan.bpk.go.id/Details/46990/uu-no-8-tahun-1983
发文单位:
文件编号: -
文件名: 1983第8号关于服务及货品及奢侈品增值税的法例
发文日期:
政策解读: -
备注: -
纵横四海点评: -
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR  8 TAHUN 1983
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN
ATAS BARANG MEWAH


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,
Menimbang       :     
a.    bahwa    Negara    Republik   Indonesia    adalah    negara   hukum
berdasarkan  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar   1945  yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara karena itu menempatkan    perpajakan    sebagai    salah     satu    perwujudan kewajibankenegaraan bagi setiap warga negara yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional;
b.   bahwa   sistem  perpajakan  yang  merupakan   dasar  pelaksanaan pemungutan pajak negara yang  selama ini berlaku tidak sesuai lagi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat   Indonesia,   baik    dalam    segi   kegotongroyongan nasional maupun dalam laju pembangunan yang telah tercapai;
c.   bahwa   sistem   perpajakan,   khususnya   yang   tertuang    dalam ketentuan-ketentuanpajak tidaklangsung yang berlakuselama ini belumdapat menggerakkan peran serta semua lapisan pengusaha kenapajak dalam meningkatkan pendapatan negara yang sangat diperlukan guna mewujudkan kelangsungan pembiayaan negara dankelangsungan pembangunan yang berdasarkan pada asas-asas pembangunannasional;
d.   bahwa  sistem  pajak  penjualan  yang  berlaku  dewasa  ini  sudah tidaksesuai lagisebagai sarana yang dapat menunjang kebutuhan tersebut di atas;
e.   bahwa oleh karena itudipandang perlu untuk mengatur kembali sistem pajak penjualan  dengan  sistem pajak pertambahan  nilai barang danjasadanpajak penjualan atas barang mewah dengan undang-undang;


Mengingat         :      
1.    Pasal  5 ayat (1) juncto Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945;


2.   Ketetapan  Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor  II/MPR/1983  tentang  Garis-garis  Besar  Haluan Negara Republik Indonesia;


3.   Undang-undang Nomor 6 Tahun  1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);
4.   Undang-undang Nomor 7 Tahun  1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263);


Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,


MEMUTUSKAN :


Dengan mencabut:  Undang-undang Nomor 35 Tahun  1953 tentang Penetapan Undang- undang Darurat Nomor  19  Tahun  1951  tentang  Pemungutan  Pajak Penjualan   (Lembaran   Negara   Tahun   1951   Nomor   94)   sebagai Undang-undang    (Lembaran   Negara    Tahun    1953    Nomor    85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 489) sebagaimana beberapa kali diubah  dan  ditambah  terakhir  dengan  Undang-undang  Nomor   2 Tahun 1968 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang Pajak Penjualan 1951 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2847);


Menetapkan      :      UNDANG-UNDANG     TENTANG     PAJAK     PERTAMBAHAN
NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.


BAB I
KETENTUAN UMUM


PASAL 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksuddengan :
a.        Daerah  Pabean  adalah  wilayah  Republik  Indonesia  yang  di  dalamnya  berlaku peraturan perundang-undangan pabean;


b.        Barang adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak;


c.        Barang  Kena Pajak  adalah barang  sebagaimana dimaksud pada huruf b  sebagai hasil proses pengolahan  (pabrikasi)  yang  dikenakan  pajak berdasarkan undang- undang ini;


d.        Penyerahan Barang Kena Pajak:
1)     Yang termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
a)     penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
b)     pengalihan  Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing;
c)     pengalihan hasilproduksidalam keadaan bergerak;
d)     penyerahan Barang Kena Pajak kepadapedagang perantara atau melalui jurulelang;
e)     pemakaian sendiridan pemberian cuma-cuma;
f)      persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
2)     Yang   tidak  termasuk  dalam  pengertian   Penyerahan  Barang  Kena  Pajak adalah:
a)     penyerahan  Barang  Kena  Pajak  kepada  makelar  sebagaimana  diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
b)     penyerahan Barang Kena Pajakuntukjaminanhutang- piutang;
c)     pemindahtanganan sebagian atau seluruh perusahaan.


e.        Jasa  adalah  semua  kegiatan  usaha  dan  pemberian  pelayanan  berdasarkan  suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, atau hak tersediauntuk dipakai;


f.        Jasa Kena Pajak adalahjasa sebagaimana dimaksudpada huruf e yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini;


g.        Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah kegiatan melaksanakan pemberian Jasa Kena Pajak yang dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya termasuk Jasa Kena Pajak yang dilakukanuntukkepentingansendiri;


h.       Impor adalah semua kegiatan memasukkanbarang ke dalam DaerahPabean; i.        Ekspor adalah semua kegiatan mengeluarkanbarang keluar DaerahPabean;


j.        Perdagangan adalahkegiatanusaha membelidan menjualbarang tanpa mengubah bentuk atau sifatnya;


k.       Pengusaha adalah orang atau badandalambentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan    atau    pekerjaannya    menghasilkan    barang,    mengimpor    barang, mengekspor barang, melakukanusaha perdagangan, atau melakukanusaha jasa;


l.        Pengusaha Kena Pajak adalahPengusahasebagaimana dimaksudpada hurufk yang dikenakanpajak berdasarkan undang-undang ini.
Tidak termasuk dalam pengertian Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha kecil yang batasan danukurannya ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan;


m.      Menghasilkan  adalah  kegiatan  mengolah  melalui  proses  mengubah  bentuk  atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna   baru   termasuk   membuat,   memasak,   merakit,   mencampur,   mengemas, membotolkan, dan menambang atau menyuruh orang atau badan lain melakukan kegiatan itu.
Yang tidak termasuk dalam pengertian Menghasilkan ialah :
1)     menanam atau memetik hasil pertanian atau memelihara hewan;
2)     menangkap atau memeliharaikan;
3)     mengeringkan atau menggarami makanan;
4)     membungkus atau mengepak yang lazimnya terjadidalam usahaperdagangan besar atau eceran;
5)     menyediakan  makanan  dan  minuman  di  restoran,  rumah  penginapan,  atau yang dilaksanakanoleh usaha katering;


n.       Dasar Pengenaan Pajak adalahjumlah Harga Jual, Penggantian yang diminta atau yang  seharusnya diminta oleh penjual atau pemberi Jasa atau Nilai Impor yang dipakaisebagaidasaruntuk menghitungpajak yang terhutang;


o.        Harga  Jual  adalah  nilai  berupa  uang,  termasuk  semua  biaya yang  diminta  atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang, tidak termasuk pajak yang  dipungut menurut undang- undang  ini, potongan harga yang  dicantumkan dalam Faktur Pajak, dan harga Barang yang dikembalikan;


p.        Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya  diminta  oleh  pemberi  Jasa  karena  penyerahan  Jasa,  tidak  termasuk pajak  yang  dipungut  menurut  undang-undang  ini  dan  potongan  harga  yang dicantumkan dalam Faktur Pajak;


q.       Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar panghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuandalam peraturan perundang-undangan  Pabean,  untuk  Impor  Barang  Kena  Pajak,  tidak  termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini;


r.        Pembeli adalah orang atau badan yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak;


s.        Penerima  Jasa  adalah  orang  atau  badan  yang  menerima  penyerahan  Jasa  Kena Pajak;


t.        Faktur  Pajak  adalah  bukti  pemungutan  pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak atau pada saat impor Barang Kena Pajak;


u.        Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak padawaktu pembelianBarang Kena Pajak, penerimaan Jasa Kena Pajak, atau impor Barang Kena Pajak;


v.        Pajak Keluaran  adalah Pajak Pertambahan Nilai yang  dipungut  oleh Pengusaha
Kena Pajak padawaktu penyerahanBarang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;


w.       Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya  sama dengan satu bulan takwim, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.


Pasal 2


(1)      Dalam hal Harga Jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka Harga  Jual  atau  Penggantian  dihitung  atas  dasar  harga  pasar  wajar  pada  saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan.
(2)      Hubungan istimewa sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) di- anggap ada apabila:   a.      dua  atau  lebih  Pengusaha,  langsung  atau  tidak  langsung  berada  di  bawah
pemilikan atau penguasaan Pengusaha yang sama, atau
b.     Pengusaha  yang   satu  menyertakan  modal   sebesar  25%   (dua  puluh   lima persen)  atau  lebih  dari  jumlah  modal  pada  Pengusaha  yang  lain,   atau hubungan antara Pengusaha yang menyertakan modalnya sebesar 25% (dua puluh  lima  persen)  atau  lebih  pada  dua  pihak  atau  lebih,  demikian  pula hubungan antara duapihak atau lebih yang disebutkanterakhir.


BAB II
PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK


Pasal 3


(1)      Pengusaha yang berdasarkan ketentuan Pasal 4  ayat (1) huruf a dan d dikenakan pajak,  wajib  melaporkan  usahanya  kepada  Direktorat  Jenderal  Pajak  di  tempat Pengusaha  itu  bertempat  tinggal  atau  berkedudukan  untuk  dikukuhkan  menjadi Pengusaha  Kena  Pajak  dalam jangka  waktu  yang  ditentukan  dengan  Peraturan Pemerintah.


(2)      Orang  atau badan yang mengekspor barang  dan/atau menyerahkan Barang Kena Pajak  di  Daerah  Pabean  kepada  Pengusaha  Kena  Pajak,  dapat  memilih  untuk dikukuhkan  menjadi   Pengusaha  Kena  Pajak  di  tempat   orang  atau  badan   itu bertempattinggal atau berkedudukan.


(3)      Direktur JenderalPajak mengeluarkan Surat Keputusan Pengukuhan.


(4)      Pengusaha  Kena  Pajak  yang tidak melaporkan usahanya  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib menyetor pajak yang terhutang dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.


BAB III
OBYEK PAJAK DAN KEWAJIBAN PENCATATAN


Pasal 4


(1)      Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a.      penyerahan  Barang  Kena  Pajak  yang  dilakukan  di  Daerah  Pabean  dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh Pengusaha yang:
1)     menghasilkanBarang Kena Pajak tersebut;
2)     mengimpor Barang Kena Pajak tersebut;
3)     mempunyai hubungan istimewa dengan Pengusaha yang dimaksud pada huruf a angka 1) dan angka 2);
4)     bertindak sebagai penyalur utama atau agen utama dari Pengusaha yang dimaksud pada huruf a angka 1) dan angka 2);
5)     menjadi  pemegang  hak  atau  pemegang  hak  menggunakan  paten  dan merek dagang dari Barang Kena Pajak tersebut;
b.     penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan di   Daerah   Pabean   dalam   lingkungan   perusahaan   atau   pekerjaan   oleh Pengusaha yang memilihuntuk dikukuhkan menjadiPengusaha Kena Pajak;
c.      impor Barang Kena Pajak;
d.     penyerahan Jasa Kena Pajak.


(2)      Dengan Peraturan Pemerintah :
a.      Pajak  Pertambahan  Nilai  dapat  diberlakukan  terhadap  semua  penyerahan Barang Kena Pajak yang diberlakukan di Daerah Pabean oleh pedagang besar atau pedagang eceran dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya;
b.     diatur penyerahan jenis-jenis jasa yang dikenakanPajak Pertambahan Nilai.


Pasal 5


(1)      Di samping pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap :
a.      penyerahan    Barang    Mewah    yang    dilakukan     oleh    Pengusaha    yang menghasilkan   Barang   Mewah   di   Daerah    Pabean    dalam    lingkungan perusahaan atau pekerjaannya;
b.      impor Barang Mewah.


(2)      Pajak  Penjualan   atas  Barang   Mewah  dikenakan  hanya   satu  kali  pada  waktu penyerahan oleh Pengusaha yang menghasilkan atau padawaktu impor.


Pasal 6


(1)      Setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan mencatat semua jumlah harga perolehan dan  penyerahan  Barang  Kena  Pajak  atau  Jasa  Kena  Pajak  dalam  pembukuan perusahaan.


(2)      Pada  catatan  dalam pembukuan itu harus dicantumkan secara terpisah dan jelas, jumlah harga perolehan dan penyerahan Barang atau Jasa yang terhutang pajak, yang  tidak  terhutang  pajak,  yang  dikenakan  tarif  0%  (nol  persen),  dan  yang dikenakanPajak Penjualan Atas Barang Mewah.


(3)      Pengusaha  yang  berdasarkan  Undang-undang  Pajak  Penghasilan   1984  memilih dikenakanpajak dengan pedoman norma penghitungan, sepanjang terhutang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, wajib membuat catatan nilai peredaran bruto secara teratur, yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai itu.


BAB IV
TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PAJAK


Pasal 7


(1)      Tarif Pajak Pertambahan Nilai berjumlah 10% (sepuluh persen),


(2)      Atas ekspor Barang dikenakanpajak dengan tarif 0% (nolpersen),


(3)      Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) dapat diubah menjadiserendah-rendahnya 5% (lima persen) dansetinggi-tingginya 15% (lima belas per-sen).


Pasal 8


(1)      Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah  10% (sepuluh persen) dan 20% (dua puluh persen).


(2)      Atas ekspor Barang Mewah dikenakanpajak dengan tarif 0% (nolpersen).


(3)      Dengan  Peraturan  Pemerintah  tarif pajak  sebagaimana  ditentukan  pada  ayat  (1) dapat diubah menjadisetinggi-tingginya 35% (tiga puluh lima persen).


(4)      Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan Kelompok Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


(5)      Macam  dan jenis  Barang yang  dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah menurut ayat (4) diatur oleh Menteri Keuangan.


Pasal 9


(1)      Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang dalam suatu Masa Pajak dihitung dengan mengalihkan  tarif sebagaimana  diatur  dalam  Pasal  7  dengan  Dasar  Pengenaan Pajak.


(2)      Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk masa yang sama.


(3)      Apabila  dalam  suatu  Masa  Pajak,  Pajak  Keluaran  lebih  besar  dari  pada  Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan pajak yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.


(4)      Apabila  dalam  suatu  Masa  Pajak,  Pajak  Masukan  lebih  besar  dari  pada  Pajak Keluaran,     maka     selisihnya     merupakan     kelebihan     pajak      yang     dapat dikompensasikan dengan pajak terhutang dalam Masa Pajak berikutnya, atau dapat dikembalikan.
(5)      Apabila  dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak di samping melakukan penyerahan kena pajak juga melakukan penyerahan tidak kena pajak, sepanjang bagian penyerahankenapajak itudapat diketahui dengan pastidari catatan dalam pembukuan, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan hanya sebesar Pajak Masukan yang telah dibayar pada waktuperolehan atau pengimporan Barang Kena  Pajak yang  diserahkan kepada  Pengusaha  Kena  Pajak,  atau yang  dipakai untuk menghasilkanBarang Kena Pajak.
(6)      Dalam hal bagian penyerahan  kena pajak maupun bagian penyerahan tidak kena pajak sebagaimana dimaksuddalam ayat


(5)      tidak  dapat  diketahui  dengan  pasti,  Menteri  Keuangan  dapat  menetapkan  suatu pedoman  penghitungan  jumlah   Pajak  Masukan  yang   dapat   dikreditkan  untuk bagian penyerahankenapajak.


(7)      Pengusaha  yang  berdasarkan  Undang-undang  Pajak  Penghasilan   1984  memilih dikenakan pajak dengan pedoman Norma Penghitungan, sepanjang terhutang Pajak Pertambahan  Nilai,  dapat  mengkreditkan  Pajak  Masukan  yang  telah  dibayar terhadap Pajak Keluaran yang harus dipungut, dengan mempergunakan pedoman penghitungan kredit Pajak Masukan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.


(8)      Pajak  Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara yang diatur dalam ayat (2) bagipengeluaran untuk:


a.      pembelian   Barang   atau   Jasa    sebelum   Pengusaha   dikukuhkan   menjadi Pengusaha Kena Pajak;
b.     pembelian   Barang   dan   pengeluaran   biaya   lain   yang   tidak   mempunyai hubungan langsung dengan proses menghasilkanBarang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
c.     pembeliandan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, stasion wagon, van dankombi.


Pasal 10


(1)      Pajak  Penjualan  Atas  Barang  Mewah  yang  terhutang  dalam  suatu  Masa  Pajak dihitung  dengan  mengalihkan  tarif  sebagaimana  diatur  dalam  Pasal  8,  dengan Dasar Pengenaan Pajak.


(2)      Pajak  Penjualan Atas Barang Mewah yang  sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor Barang Mewah, tidak dapat di- kreditkan dengan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 7.


(3)      Pengusaha Kena Pajak yang mengekspor Barang Mewah dapat meminta kembali pajak yang dibayar padawaktu perolehan Barang Mewah yang diekspor itu.


BAB V
SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERHUTANG DAN
LAPORAN PENGHITUNGAN PAJAK


Pasal 11


(1)      Pajak yang terhutang dalam Masa Pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, atau pada saat  impor Barang Kena Pajak.


(2)      Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena  Pajak.  maka  pajak  yang  terhutang  dalam  Masa  Pajak  terjadi  pada  saat pembayaran.


Pasal 12


(1)      Pengusaha  Kena  Pajak  yang  menyerahkan  Barang  Kena  Pajak  atau  Jasa  Kena Pajak, terhutangpajak di tempat tinggal atau kedudukan mereka dan/atau di tempat usahadilakukan.
(2)      Atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai lebih dari satu tempat usaha, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan  salah  satu tempat usahasebagai tempatpajak terhutang.
(3)      Dalam hal impor, pajak terhutang di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


Pasal 13


(1)      Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.


(2)      Apabila  pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran.


- 10 -


(3)      Menyimpang dari ayat (1) dan ayat (2), Pengusaha Kena Pajak dapat diizinkan oleh Direktur  Jenderal  Pajak  untuk  membuat  satu  Faktur  Pajak  meliputi  seluruh penyerahan yang dilakukan kepada Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama sebulan takwim setelah akhir bulan takwim yang bersangkutan.


(4)      Pengusaha  yang  berdasarkan  Pasal  4  ayat  (1)  huruf b  dikenakan  pajak,  hanya membuat Faktur Pajak sematamata untuk Penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak.


(5)      Direktorat Jenderal Bea dan Cukai membuat Faktur Pajak untuk setiap pemungutan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).


(6)      Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan catatan tentang penyerahan yang dikenakan pajak menurut undang-undang ini yang meliputi :


a.      Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b.     Nama,  alamat,  dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c.      Macam,   jenis,   kuantum,   harga    satuan,   dan   jumlah   Harga   Jual    atau Penggantian;
d.      Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e.      Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut; f.      Tanggal penyerahan.


(7)      Bentuk ukuran, pengadaan  serta tata cara penyampaian Faktur Pajak diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.


(8)      Pengusaha  Kena  Pajak  yang  tidak  membuat  atau  tidak  mengisi  selengkapnya Faktur Pajak menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (6) dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar 2 % (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.


Pasal 14


(1)      Orang atau badan yang tidak dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak.


(2)      Dalam   hal  Faktur  Pajak  telah  dibuat,  maka  orang  atau  badan  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyetorkan jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak kepada Kas Negara dan dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar 2 % (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.


Pasal 15


(1)      Pengusaha   Kena   Pajak  wajib   melaporkan  penghitungan  pajak-   sebagaimana dimaksud  dalam Pasal  9  dan  Pasal  10  kepada  Direktorat  Jenderal  Pajak  dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa.


(2)      Keterangan dan dokumen yang harus dicantumkan dan/atau dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa ditetapkan oleh Menteri Keuangan.


(3)      Surat Pemberitahuan Masa dianggap tidak dimasukkanjika Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan, atau tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan ayat (2).


Pasal 16


(1)      Atas permohonan tertulis Pengusaha Kena Pajak, kelebihan pembayaran pajak yang belum   dikompensasikan    sebagaimana   dimaksud    dalam    Pasal   9    ayat    (4), pengembaliannya   dilakukan   dalam  jangka   waktu   sebagaimana   diatur   dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, atau dalam jangkawaktu lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.


(2)      Kelebihan pembayaran pajak atas Barang yang diekspor dikembalikan dalamwaktu satu bulan.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 17
Hal-hal yang menyangkut pengertian, tata cara pemungutan dan sanksi administrasidan sanksi  pidana  berkenaan  dengan  pelaksanaan  undang-undang  ini,  yang  secara  khusus belum diaturdalam undang-undang ini, berlakuketentuandalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan serta peraturan perundang-undangan lainnya.


BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 18
(1)      Dengan berlakunya undang-undang ini:


a.      semua  Penyerahan  Barang  Kena  Pajak  atau  Jasa  Kena  Pajak  dan  Impor Barang Kena Pajak yang telahdilakukansebelum undang-undang ini berlaku, tetapterhutangpajak menurut Undang-undang Pajak Penjualan 1951;
b.     selama  peraturan  pelaksanaan  undang-undang  ini belum dikeluarkan, maka peraturan  pelaksanaan  yang  tidak  bertentangan  dengan  undang-undang  ini yang belumdicabut dan diganti dinyatakan masih berlaku.


(2)      Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.


BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 19
Hal-hal yang belum diaturdalam undang-undang inidiaturlebihlanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 20


Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlakupadatanggal 1 Juli 1984.


Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




Disahkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 1983
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, TTD
SOEHARTO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 1983
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
TTD
SUDHARMONO, S.H.




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1983 NOMOR 51


PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1983
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA
DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH




I.      UMUM


Pembangunannasional yang berlandaskan Garis-garis Besar HaluanNegara, yang  telah  dan  akan  terus  dilaksanakan  untuk  mewujudkan  masyarakat  adil  dan makmur    berdasarkan     Pancasila    dan     Undang-Undang    Dasar     1945     telah mengakibatkan tidak saja keadaan kehidupan ekonomi dan sosial yang lebih baik bagiseluruh rakyat Indonesia, tetapi juga menimbulkandorongandan tuntutan untuk mengadakan modernisasidi segalabidang kehidupan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut di atas diperlukan investasi  dalam  jumlah   yang  besar,  yang  pelaksanaannya  harus  berlandaskan kemampuan sendiri. Oleh karena itu sudahwaktunya diletakkan suatu landasan yang dapat  lebih  menjamin  tersedianya  dana  itu  dari  sumber-sumber  di  dalam  negeri sebagai pencerminan kegotongroyongan nasional dalamusaha melepaskan diri dari ketergantungan  pada  sumber  luar  negeri,  sehingga  bantuan  luar  negeri  hanya merupakan pelengkap yang makin lama makin kecil peranannya.
Di samping itudiperlukanusaha yang sungguh-sungguhuntuk mengerahkan dana-dana   investasi   yang    bersumber    pada   tabungan    masyarakat,    tabungan Pemerintah,  serta  penerimaan   devisa  yang  berasal   dari  ekspor,  sehingga  pada akhirnya mampu membiayai sendiriseluruh pembangunannasional.


Sistem  perpajakan  yang  berlaku  dewasa  ini,  khususnya  Pajak  Penjualan 1951,  tidak  lagi  memadai  untuk  menampung  kegiatan  masyarakat  dan  belum mencapai   sasaran   kebutuhan   pembangunan,   antara   lain   untuk   meningkatkan penerimaan negara, mendorongekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.


Dalam rangka itulah dengan dilandasi pertimbangan yang seksama tentang kemampuan   rakyat,   rasa   keadilan   dan   kebutuhan   pembangunan   serta   untuk mendorong dan meningkatkan daya saing komoditi ekspor non minyak di pasaran luar negeri, dengandukungan kondisi dan kemampuan aparat perpajakan yang terus berkembang, pajak penjualan dengan sistem pengenaan pajak pertambahan nilai dan pajak  penjualan  atas  barang  mewah  ini  diberlakukan  untuk  menggantikan  pajak penjualan yang sekarang berlaku.


Dengan  mengingat  pada   sistemnya,  undang-undang   ini   dapat   disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa danPajak Penjualan Atas Barang Mewah untuk memperlihatkan bahwa dua macam pajak yang diatur di sini merupakan satu kesatuan sebagaipajak atas konsumsi didalam negeri.


Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dipungut satu kali pada sumbernya yaitu pada  tingkat  pabrikan,  atau  pada  waktu  impor.  Pajak  Pertambahan  Nilai  dapat dipungut  beberapa  kali  pada  berbagai  mata  rantai  jalur  perusahaan.  Kendatipun dipungut beberapa kali, tetapi karena pengenaannya hanya terhadap pertambahan nilai yang timbul pada  setiap penyerahan barang atau jasa pada jalur perusahaan berikutnya, maka beban pajak inipadaakhirnya tidaklahlebih berat.
Pertambahan  nilai  itu  sendiri  timbul  karena  dipakainya  faktor-  faktor produksidi setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan   memperdagangkan   barang   atau   pemberian   pelayanan   jasa   kepada   para konsumen.  Semua biaya untuk mendapatkan  dan mempertahankan  laba termasuk bunga modal, sewa tanah, upahkerja, dan labapengusaha adalah merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.


Tarif yang berlaku atas Penyerahan Barang dan Jasa Kena Pajak dibuat lebih sederhana dengan menerapkantarif seragam, artinya, satu macam tarif untuk semua jenis Barang Kena Pajak. Dengan demikian pelaksanaannya menjadi lebih mudah, tidak memerlukandaftar penggolonganbarang dengan tarif yang berbeda.


Atas  barang  mewah,   selain  dikenakan  Pajak  Pertambahan  Nilai  juga dikenakan Pajak Penjualan sebagai suatu upaya nyata untuk menegakkan keadilan dalam pembebanan pajak yang sekaligus pula merupakan upaya untuk mengurangi polakonsumsi tinggi yang tidak produktif dalam masyarakat. Sebaliknya atas semua barang   yang   merupakan   hasil   pertanian,   perkebunan,   kehutanan,   perikanan, peternakandan hasil agrarialainnya yang tidak diproses, bukan merupakan sasaran pengenaan pajak.


Selanjutnya  atas  ekspor  barang  dikenakan  pajak  dengan  tarif  O%  (nol persen)atau  dengan  kata  lain,  dibebaskan  dari  pajak,  bahkan  Pajak  Pertambahan Nilai yang telah termasuk dalam harga barang yang diekspor, dapat dikembalikan. Pembebasan dan pengembalian pajak yang telah dibayar atas barang yang diekspor ini adalahsesuai denganprinsip pengenaan pajak atas konsumsi (pemakaian umum) barang  dan jasa  di  dalam  negeri  atau  di  dalam  Daerah  Pabean.  Karenanya  atas barang yang tidak  dikonsumsi  di  dalam negeri  diekspor), tidak dikenakan pajak. Dasar pertimbangan lain adalah agar dalam harga barang yang diekspor itu tidak termasuk beban pajak sehingga dengan demikian membantu menekan harga pokok barang ekspor dan meningkatkan daya saingnya di pasaran internasional. Sebaliknya atas impor barang dikenakanpajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri.


Semua      orang      atau      badan      yang       menghasilkan,      mengimpor, memperdagangkan  barang  atau  memberikan jasa  dapat  dikenakan  pajak.  Namun demikian  undang-undang  memberikan  pengaturan  untuk  mengenakan  pajak  atas penyerahan  barang  oleh  pengusaha  yang  menjadi   agen  atau  penyalur  dan/atau pedagang eceran serta jasa-jasa tertentu bilaberdasarkan pertimbangan kepentingan pembangunan nasional kesiapan pelaksanaannya telah dicapai.


Pengusaha kecil yang menghasilkan dan menjual barang atau memberikan jasa  dibebaskan  dari pengenaan pajak.  Jadi hanya pengusaha yang menghasilkan (pabrikan)dan memperdagangkanbarang yang tergolong besar saja yang dikenakan pajak.
Dengan demikian dalam undang-undang ini telah diatur secara tegas dan jelas tentang Pengusaha, Barang, Jasa dan Penyerahan Barang atau Penyerahan Jasa yang dikenakanpajak.
Atas Penyerahan Barang atau Jasa wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi Penyerahan Barang yang terhutang pajak. Faktur Pajak ini merupakan ciri khas  dari  Pajak  Pertambahan  Nilai,  karena  Faktur  Pajak  ini  merupakan  bukti pungutan yang bagi Pengusaha yang dipungut dapat diperhitungkan  (dikreditkan) denganjumlahpajak yang terhutang.


Kebijaksanaan khusus mengenai pajak yang dapat dikreditkan diberlakukan terhadap Pengusaha yang disamping menyerahkan Barang kepada Pengusaha Kena Pajak  juga  menyerahkan  Barang  kepada   orang  atau  badan  lainnya  yang  tidak dikukuhkan   sebagai   Pengusaha   Kena   Pajak,   serta   terhadap   Pengusaha   yang dikenakan   pajak   dengan   pedoman   norma   penghitungan   Pajak   Masukan   atas Penyerahan  Barang.  Dengan  demikian  efek  berganda  dari  pungutan  pajak  dapat dihilangkankarena Pengusahahanya diharuskan membayar selisih antara pajak yang harusdipungutdan jumlahpajak yang telahdibayarnya.
Efekberganda hanya terjadi pada Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan hal ini dilakukan secara sadaruntuk menegakkanprinsip keadilan dalam pembebanan pajak.
Di   samping  itu  undang-undang  ini  mengandung  unsur  mendidik  dan membina    kesadaran    serta    tanggungjawab     Pengusaha    dengan    memberikan kepercayaan untuk memungut dan menyetorkan sendiripajak yang terhutang kepada negara.
Dalam rangka ini pulalah hendaknya dilihat ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan seperti pemeriksaan, ketetapan pajak, ketetapan pajak tambahan, sanksi administrasi  dan  pidana,  serta  perlindungan  terhadap  hak-hak  pengusaha  dengan memberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan dan banding kepada Badan Peradilan Pajak yang dewasa ini disebut Majelis Pertimbangan Pajak yang diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.


Dalam kaitan  inilah Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dan  Tata Cara Perpajakan harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan  Undang-undang  tentang  Pajak  Pertambahan  Nilai  Barang  Dan  Jasa  Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ini, karena Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan memuat ketentuan tentang prosedur atau tata cara pelaksanaan dan sanksi perpajakansebagai pelengkapketentuan- ketentuan material yang dimuat dalam Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ini.




II.     PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Huruf a
Wilayah Republik Indonesia yang tidak termasuk Daerah Pabean adalah pelabuhan bebas, bonded  area,  dan  daerah  lain yang  ditetapkan  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Hurufb
Barang yang dimaksud di  sini adalah barang bergerak dan barang tidak bergerak yang berwujud  sesuai  dengan ketentuan  dalam Kitab Undang- undang Hukum Perdata.


Huruf c
Barang yang kena pajak  adalah  Barang  sebagai  hasil pabrikasi. Barang yang bukan berasal dari hasil pabrikasi, misalnya barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan hasil agraria lainnya yang tidak  diolah  lebih  lanjut, tidak termasuk dalam pengertian Barang Kena Pajak.


Huruf d
1)   Yang termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang, Kena Pajak :
a)   perjanjian  yang  dimaksudkan dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar  menukar, jual beli  dengan  angsuran  atau  perjanjian  lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas Barang;
b)   selain dengan cara dimaksudpada huruf a diatas, Penyerahan Barang jugadapatterjadi melalui perjanjian sewa belidan leasing. Penyerahan Barang   dianggap   telah    terjadi    pada    saat   barang    dipindahkan penguasaannya  dari penjual  atau  lessor kepada pembeli  atau  lessee, meskipun  pembayaran  dalam  bentuk  angsuran  sewa  beli  dilakukan secara bertahap;
c)   pengalihan Barang dalam keadaan bergerak yaituperpindahan Barang karena  suatu  pesanan  atau  permintaan  untuk  menghasilkan  Barang dengan bahandan atas petunjuk dari sipemesan;
d)   yang  dimaksud  dengan  pedagang  perantara  ialah  orang  atau  badan yang  dalam  lingkungan perusahaan  atau pekerjaannya  dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya komisioner.  Yang  dimaksud  dengan  juru  lelang  di  sini  adalah juru lelang Pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah;
e)   pemakaian  sendiri diartikan pemakaianuntukkepentingan Pengusaha sendiri,  pengurus,  atau  karyawannya.   Sedangkan  pemberian  cuma- cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran, antara lain pemberian contoh barang untuk promosikepadarelasi atau pembeli;
f)   persediaan   Barang    Kena   Pajak    yang   masih    tersisa   pada    saat pembubaran  perusahaan  disamakan  dengan  pemakaian  sendiri,  oleh
karena itudianggapsebagai penyerahan barang yang dikenakanpajak.
2)   Yang  tidak  termasuk  dalam  pengertian  Penyerahan  Barang  Kena  Pajak sebagaimana tersebut dalam angka 2 sebagai berikut :
a)   cukup jelas;
b)   cukup jelas;
c)   yang   dimaksud   dengan   perusahaan  atau  bagian-bagiannya  adalah aktiva yang menurut tujuan semulatidakuntuk dijual.


Huruf e
Semua kegiatan pelayanan dan pekerjaan jasa, antara lain jasa angkutan, borongan, persewaan barang bergerak, persewaan tidak bergerak, hiburan. biro  perjalanan,  perhotelan, jasa  notaris, pengacara,  akuntan,  konsultan, kantor administrasi, dankomisioner, termasuk dalam pengertian Jasa.


Huruff
Jasa Kena Pajak diartikan sebagai Jasa yang dikenakan pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) hurufd dan ayat (2) hurufb.


Huruf g
Lihat penjelasan Pasal 4 ayat (1) hurufd dan ayat (2) hurufb.


Huruf h
Kegiatan memasukkan Barang dari pelabuhan bebas atau bonded area ke Daerah Pabean termasuk pula dalam pengertian Impor.


Huruf i
Kegiatan mengeluarkan Barang dari Daerah Pabean ke pelabuhan bebas atau bonded area termasuk pula dalam pengertian Ekspor.


Huruf j
Dalam pengertian Perdagangan termasuk kegiatantukar menukarbarang.


Hurufk
Pengusaha dapat berbentuk usaha perorangan atau badan yang terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan usaha milik Negara dan Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan, atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan atau lembaga, dan bentuk usahatetap.
Orang atau badan tersebut melakukan kegiatan
1)   menghasilkan Barang sepertidimaksuddalam huruf m. Pengusahanya disebut Pabrikan atau Produsen;
2)   usahajasa. Pengusahanya disebut PengusahaJasa;
3)   usahaPerdagangan. Pengusahanya disebut Pedagang;
4)   Impor. Pengusahanya disebut Importir.
Untuk  menjaga  kemungkinan  penafsiran  yang  sangat  luas,  maka pengertian Pengusaha dibatasi pada orang atau badan yang melakukan kegiatan   tersebut    di    atas    dalam    lingkungan   perusahaan    atau pekerjaannya. Bila unsur  ini tidak  dipenuhi maka  orang  atau badan dimaksudtidak merupakan Pengusaha.


Hurufl
Pengertian   "dikenakan  pajak  berdasarkan  undang-undang   ini"   adalah dikenakan pajak berdasarkan Pasal 4 dan Pasal 5. Pada dasarnya semua Pengusaha  Kena  Pajak  dikenakan  pajak  akan  tetapi  undang-undang  ini memberikan pengecualian terhadap Pengusaha Kena Pajak yang tergolong sebagai pengusaha kecil meskipun melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak.   Pembebasan    ini   bertujuan   untuk    mendorong   pengembangan pengusahakecil.


Huruf m
Perubahan   bentuk    atau    sifat   barang   terjadi   karena    adanya    atau dilakukannya  suatu  proses  pengolahan  yang  menggunakan   satu  faktor produksi atau lebih, termasuk kegiatan :
- merakit       :          menggabungkan    bagian-bagian     lepas    dari    suatu Barang menjadi barang setengahjadi atau barang jadi seperti   merakit   mobil,   barang   elektronik,   perabot rumah tangga, dansebagainya;


- memasak    :          mengolah     Barang     dengan      cara     memanaskan. Pengertian       memanaskan       termasuk       merebus, membakar, mengasap, memanggang, dan menggoreng, baik dicampur dengan bahan lain atau tidak;


- mencampur :          mempersatukan   dua   atau   lebih   unsur   (zat)   untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain;


- mengemas  :          menempatkan  suatu  Barang  ke   dalam  suatu  benda yang  melindunginya  dari  kerusakan  dan/atau  untuk meningkatkan kekuatan pemasarannya;


- membotolkan:       memasukkan minuman atau benda cairkedalambotol yang ditutup menurut cara tertentu;


- menambang:          mengambil    hasil     sumber    kekayaan     alam    dari permukaan   atau   dari   dalam   tanah,   baik   di   darat maupun    dilaut,    dan    kegiatan    lain    yang    dapat dipersamakan   dengan  kegiatan   itu   atau  menyuruh orang  atau  badan  lain  melakukan  kegiatan-kegiatan tersebut.
Ketentuan   ini   mengatur   pula   kegiatan   tertentu   yang   hasilnya   tidak dikenakanpajak menurut undang-undang iniseperti tersebut padaangka 1) sampaidenganangka 5)yang dapatdijelaskansebagai berikut:


-     angka  1)dan  angka  2)adalah  kegiatan  di  bidang  usaha yang bersifat agraris   (pertanian,    perkebunan    dan   kehutanan,    peternakan   dan perikanan)yang  hasilnya  diperoleh  melalui  proses  pertumbuhan  dan populasi (bukan pabrikasi) serta banyak dipengaruhiolehfaktoralam;


-     angka     3)adalah    kegiatan     melalui    proses     mengeringkan    dan menggarami  makanan  dari  barang  yang   di  hasilkan  bidang  usaha tersebut  pada  angka   1)  dan  2)  dengan  cara  sederhana,  misalnya mengeringkan atau menggaramiikan menjadiikan asin;


-     angka 4)adalah kegiatan membungkus atau mengepak Barang sebagai kegiatan pelayanan lebih lanjut dari suatu kegiatan penjualan Barang yang  dilakukan  oleh  pedagang  besar  atau  pengecer,  yang  berbeda dengan pengertian mengemas;


-     angka 5) Cukup jelas.


Huruf n
Cukup jelas.


Huruf o
Semua biaya  seperti  biaya  pemasangan,  asuransi,  biaya bantuan  teknik, biaya pemeliharaan, biaya pengiriman, komisi, biaya garansi, bunga, dan biaya  lain  sepanjang  berkaitan  dengan  penyerahan  Barang,  merupakan unsur Harga Jual yang dikenakanpajak.


Yang dapat dikurangkan dariHarga Jual adalah :
1)   Potongan  harga  seperti  potongan  tunai  atau  rabat,  sepanjang  masih dalam batas  adat kebiasaan pedagang yang baik,  dapat  dikurangkan dari Harga Jual asalkan tercantum dalam Faktur Pajak.
Tidak  termasuk  dalam  pengertian  potongan  harga  adalah  bonus, komisi, premi,  atau balas jasa  lainnya yang diberikan dalam rangka menjualkan Barang;
2)   Barang  yang dikembalikan karena rusak, perbedaan mutu, jenis atau tipe, dan barang yang hilang dalam perjalanan.


Hurufp
Cukup jelas.


Huruf q
Nilai Impor yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah Harga Patokan Impor   (HPI)   atau   Cost   Insurance   and   Freight   (CIF)   sebagai   dasar penghitungan bea masuk ditambah dengan semua biaya dan pungutan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Pabean.


Huruf r
Pengertian Pembeli  dalam undang-undang  ini  lebih  luas  dari pengertian pembeli pada umumnya, karena di dalamnya termasuk orang atau badan yang menerima atau dianggap menerima Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksudpada huruf d.


Huruf s
Cukup jelas.


Huruft
Cukup jelas.


Hurufu
Pembeli. Penerima Jasa atau Importirwajib membayar Pajak Pertambahan Nilai dan menerima bukti pungutan pajak pada saat menerima Penyerahan Barang Kena Pajak  atau Jasa Kena Pajak  atau pada  saat Impor Barang Kena Pajak. Pajak yang dibayar inilah yang dinamakan Pajak Masukan.


Huruf v
Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena   Pajak  wajib  memungut  Pajak  Pertambahan  Nilai.  Pajak  yang dipungut   oleh  Pengusaha  Kena  Pajak  inilah  yang   dinamakan  Pajak Keluaran.


Huruf w
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian bagi Pengusaha Kena Pajak bahwa pajak terhutang atas seluruh penyerahan Barang Kena Pajak  atau  Jasa  Kena  Pajak yang  dilakukan  selama  satu  bulan takwim. Namun demikian, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menentukan Masa Pajak lain dari satu bulan takwim guna memudahkan instansi lain membantu pemungutanpajak, misalnya dalam hal Impor.


Pasal 2
Ayat (1)
Pengaruh hubungan istimewa seperti yang dimaksuddalam undang-undang iniialahadanya kemungkinan harga yang ditekan lebih rendah dari harga pasar.  Dalam  hal  ini  Direktur  Jenderal  Pajak  mempunyai  kewenangan melakukan penyesuaian Harga Jual atau penggantian yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak dengan harga pasar wajar yang berlaku di pasaran bebas.


Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pemilikan dalam ayat ini, menyangkut bidang permodalan,   sedangkan   penguasaan   berhubungan   dengan   bidang manajemen, termasuk hubungan kekeluargaan antara para pihak yang bersangkutan.
Kata  langsung  di  sini  diartikan bahwa  seluruh  atau  sebagian  modal atau manajemen  dari  dua perusahaan atau lebih yang terlibat dalam penyerahan Barang  (penjual dan pembeli) dimiliki dan dilaksanakan oleh Pengusaha yang sama atau di bawah penguasaan Pengusaha yang sama. Kata tidaklangsung diartikan bila pemilikandan penguasaan itu diperoleh karena adanya hubungan keluarga antara Pengusaha dengan pemilik modal atau pelaksana manajemen dariperusahaan-perusahaan tersebut, misalnya bila seluruh atau sebagian modal atau manajemen berada di tangan isteri, anak, atau keluargalainnya dari Pengusaha;


Hurufb
Penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen)dihitung dari modal saham atau modal ditempatkan atau modal disetor. Bila salah satu  hasil  hitungan   itu  menunjukkan  penyertaan  modal  berjumlah 25%(dua  puluh   lima  persen)atau   lebih,  maka  dianggap  telah  ada hubungan istimewa.


Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas,


Ayat (2)
Orang atau badan yang mengekspor Barang dan/atau yang menyerahkan Barang  di  Daerah  Pabean  kepada  Pengusaha  Kena  Pajak  tidak  wajib melaporkan     usahanya.     Akan     tetapi     bila     berdasarkan     beberapa pertimbangan, misalnya untuk dapat mengkreditkan atau memintakembali Pajak Masukan, orang atau badan tersebut dapat memilih atau meminta untuk dikukuhkan menjadiPengusaha Kena Pajak.


Ayat (3)
Surat  Keputusan  Pengukuhan  yang  dikeluarkan  oleh  Direktur  Jenderal Pajak tidak merupakan dasar untuk menentukan mulai saat terhutangnya pajak, tetapi hanya merupakan sarana administrasi dan pengawasan bagi aparatur perpajakan,  sebab  saat  pajak  terhutang  ditentukan  oleh  adanya obyek yang dikenakanpajak.


Ayat (4)
Bila Pengusaha Kena Pajak tidak melaporkan usahanya, maka ia dianggap telah melanggar kewajibannya dengan iktikad tidak baik dan melalaikan kepercayaan yang telahdiberikan kepadanya. Karena itusudahsewajarnya atas  pelanggaran  tersebut  selain  harus  menyetor  pajak  yang  terhutang, Pengusaha Kena Pajak juga dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar 2%(dua persen)dari seluruh Dasar Pengenaan Pajak yang timbul sebelumPengusaha dikukuhkan menjadiPengusaha Kena Pajak.


Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Penyerahan Barang yang terhutangpajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
-          Barang yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak;
-         tindakan penyerahanadalah penyerahankenapajak;
-         penyerahan    dilakukan    oleh   Pengusaha   Kena   Pajak   atau Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak;
-         penyerahan     dilakukan    dalam     Daerah    Pabean     Republik Indonesia, termasuk penyerahan untuk Ekspor, meskipun  atas Ekspor dikenakantarif O% (nolpersen);
-         penyerahan    dilakukan   dalam    lingkungan   perusahaan    atau pekerjaannya  sebagai  Pengusaha  Kena  Pajak,  artinya  dalam rangkakegiatannya sehari-hari sebagai Pengusaha Kena Pajak. Penyerahan   Barang    yang    dilakukan   tidak    dalam   rangka menjalankan     perusahaan      atau     pekerjaannya,      misalnya pengoperan aktiva yang tidak dimaksudkan untuk dijual, tidak terhutangpajak.


Golongan Pengusaha Kena Pajak yang terhutang pajak adalah sebagai berikut :
1)        Pengusaha  Kena  Pajak  yang  menghasilkan  Barang  Kena Pajak.   Golongan   Pengusaha    ini    disebut   Pabrikan    atau Produsen. Atas penyerahan Barang Kena Pajak hasilproduksi pabrikan itukepadapihak mana pun terhutangpajak;


2)        Pengusaha   yang   mengimpor   Barang   Kena   Pajak.   Atas penyerahan  Barang  Kena  Pajak  oleh  Importir kepada pihak mana pun terhutangpajak;


3)        Pengusaha   yang   mempunyai   hubungan   istimewa   dengan Pabrikan dan/atau dengan Importir. Penyerahan Barang Kena Pajak  oleh  Pengusaha yang mempunyai hubungan  istimewa dengan   Pabrikan   atau   Importir   kepada  pihak  mana  pun terhutangpajak;


4)        Agen   dan   penyalur   utama   dari   Pabrikan   dan   Importir. Ditetapkannya  agen  dan  penyalur  utama  dari  Pabrikan  dan Importir    sebagai    Pengusaha    Kena    Pajak    berdasarkan pertimbanganadanya hubungankhususdiantara mereka yang berpengaruh atas sistemperdagangan dan pemasaran barang. Pabrikan  atau  Importir  adalah  pihak  yang  menyuruh,  atau meminta  atau  memberikan  hak  kepada  penyalur  atau  agen utama  untuk  memasarkan  Barang  hasil  produksinya  atau Barang yang  diimpornya berdasarkan jenis Barang  dan/atau wilayah pemasaran tertentu menurut perjanjian yang disetujui bersama.
Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh agen atau penyalur utama kepadapihak mana pun terhutangpajak,


5)        Pengusaha   yang   menjadi   pemegang   atau   pemegang   hak menggunakan  paten  dan  merek  dagang  dari  Barang  Kena Pajak.
Ditetapkan   sebagai   Pengusaha   Kena   Pajak,   oleh   karena Pengusahatersebuttelah mempunyai hak dankekuasaan untuk menghasilkan,    memasarkan    atau    menyuruh    orang    lain melakukan  kegiatan  itu  menurut  perjanjian  yang   disetujui bersama.
Atas Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha tersebut kepadapihak manapun terhutangpajak;


Hurufb
Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak hanya terhutang pajak atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan kepada Pabrikan atau Pengusaha Kena Pajak lainnya;


Huruf c
Pajak juga dipungut pada saat Impor Barang. Pemungutan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Berbeda dengan Penyerahan Barang Kena Pajak tersebut pada huruf a dan b, maka siapa pun yang memasukkan Barang Kena Pajak kedalam Daerah   Pabean    tanpa   memperhatikan    apakah    dilakukan   dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak;


Huruf d
Pada dasarnya semua Jasa dapat dikenakan pajak. Meskipun demikian Jasa   di   bidang   pendidikan,   sosial,   agama,   dan   kesehatan   yang diselenggarakan  untuk  kepentingan  umum  dan  tidak  semata-mata mencari laba tidak dimaksudkan untuk dikenakan Pajak dalam rangka melindungikepentingan umum.


Ayat (2)
Huruf a
Berdasarkan  pertimbangan  perkembangan  ekonomi  dan  peningkatan kebutuhan  dana  untuk  pembangunan,  Pemerintah  diberi  wewenang untuk    memperluas    pengenaan    Pajak    Pertambahan    Nilai     atas Penyerahan  Barang  Kena  Pajak  oleh  pedagang  besar,  agen  atau penyalur, dan pedagang eceran besar umpamanya super market;


Hurufb
Cukup jelas.




Pasal 5
Ayat (1)
Pajak   Penjualan   Atas   Barang   Mewah   dikenakan   di   samping   Pajak Pertambahan   Nilai,   artinya   penyerahan   atau   Impor   Barang   Mewah dikenakan   Pajak   Pertambahan   Nilai   dan   sebagai   tambahannya   juga dikenakanPajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Pajak  Penjualan  Atas  Barang  Mewah  tidak  dikenakan  terhadap  semua penyerahan   Barang   Mewah   melainkan   hanya   atas   penyerahan   yang dilakukan oleh :
a.   Pabrikan atau Produsen Barang Mewah;
b.   Siapa  pun  yang  mengimpor  Barang  Mewah  tanpa  memperhatikan apakah Impor tersebut dilakukan terus menerus atau dilakukan hanya sekali-sekalisaja.


Ayat (2)
Pengertian   umum   dari    Pajak   Masukan   hanya   berlaku   pada    Pajak Pertambahan Nilai, dan tidak dikenal pada Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Oleh karena itu Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah dibayar  tidak  dapat   dikreditkan  dengan  Pajak  Penjualan  Atas  Barang Mewah yang terhutang. Dengan demikian prinsip pemungutannya hanya satu kali saja, yaitupadawaktu :
a.   penyerahan oleh Pabrikan atau Produsen Barang Mewah, atau
b.   Impor Barang Mewah;
Penyerahan padatingkat berikutnya tidak lagi dikenakanpajak.


Pasal 6
Ayat (1)
Terselenggaranya    pencatatan    semua   jumlah    harga    perolehan    dan Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak serta segala hal ihwal yang    berhubungan    dengannya,    merupakan    pencerminan    teraturnya pembukuan  sehingga  Dasar  Pengenaan  Pajak  dapat  ditentukan  dengan mudahdan benar.
Ayat (2)
Hal-hal yang diwajibkanuntuk dicatat ditentukan pada ayat ini, antara lain :
-     jumlah hargaperolehan atau Nilai Impor;
-     jumlahHarga Jual atau nilai Penggantian;
-     jumlah  Harga  Jual   dari  bukan  Barang  Kena  Pajak   (hasil  agraria, perikanan, kehutanan, dansebagainya);
-     jumlah nilai Ekspor;
-     jumlah  Harga  Jual  yang   dikenakan  Pajak  Penjualan  Atas   Barang Mewah.


Ayat (3)
Yang  harus  dicatat  oleh  Pengusaha  yang  berdasarkan  Undang-undang tentang  Pajak  Penghasilan  dikenakan  Pajak  dengan  pedoman  Norma Penghitungan, hanyalah nilai peredaran bruto setiap bulan yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak.


Pasal 7
Ayat (1)
Secara  umum  tarif Pajak  Pertambahan  Nilai  yang  berlaku  adalah   10% (sepuluh persen). Pada saat berlakunya undang-undang ini pengenaan pajak masih  pada  tingkat  Penyerahan  Barang  oleh  Pabrikan  atau  Importir, sehinggatarifefektif yang menjadi bebankonsumen tidak akan mencapai 10%(sepuluh  persen)dari  harga  eceran,   sebab  Pertambahan  Nilai  yang terjadidalam sektorperdagangan belum dikenakanpajak ini.


Ayat (2)
Pajak  Pertambahan  Nilai  adalah  pajak  yang  dikenakan  atas  konsumsi Barang  di  dalam  negeri,  maka  Barang  yang  diekspor  atau  dikonsumsi diluar negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.  Oleh karenanya Barang yang diekspor dikenakan tarif 0%(nolpersen). Dengan tarif 0%(nol persen)ini  Pajak  Masukan  yang  telah  dibayar  Eksportir  pada  waktu perolehan Barang yang diekspor tersebut dapat diminta pengembaliannya. Dengan demikian dalam harga Barang yang diekspor tersebut tidak ada lagi unsur Pajak Pertambahan Nilai.


Ayat (3)
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang untuk mengubah  tarif pajak  menjadi  serendah-rendahnya  5%(lima  persen)dan setinggi-tingginya 15%(lima belas persen). Perubahan tarif initidak boleh meninggalkan prinsip tarif tunggal, artinya harus diberlakukan tarif yang sama untuk semua PenyerahanBarang Kena Pajak dan Jasa kenaPajak.


Pasal 8
Ayat (1)
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terdiri dari dua macam, yaitu 10% (sepuluh persen)dan 20%(dua puluh persen). Pajak Penjualan tersebut dikenakan  sebagai  tambahan  dari  Pajak  Pertambahan  Nilai,  dan  bukan sebagai penggantidaripajak tersebut.
Oleh karena itu Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dipungut bersama- sama denganPajak Pertambahan Nilai.
Perbedaan    tarif    10%(sepuluh    persen)dan    20%(dua    puluh    persen) diberlakukan   berdasarkan   kenyataan   adanya   perbedaan   pada   tingkat kemewahan dariBarang-barang yang bersangkutan.


Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (2).


Ayat (3)
Berdasarkan   pertimbangan   perkembangan   ekonomi    dan   peningkatan kebutuhandana pembangunan, pemerataan beban pajak, dan pengendalian pola konsumsi mewah, Pemerintah diberi wewenang untuk mengubah tarif pajak menjadisetinggi-tingginya 35%(tiga puluh lima persen).


Ayat (4)
Pemerintah diberi wewenang untuk menetapkan kelompok barang-barang tertentu yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang mewah dengan tarif 10%(sepuluh persen)atau 20%(dua puluh persen).


Ayat (5)
Macam  dan jenis Barang yang  dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang pengelompokannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan ketentuan pada ayat(4), akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.


Pasal 9
Ayat (1)
Cara menghitung pajak yang terhutangadalah dengan mengalihkan jumlah Harga Jual, Penggantian atau Nilai Impor dengan tarif pajak sebagaimana ditetapkan  dalam Pasal  7  ayat  (1).  Pajak yang terhutang  ini merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak.


Ayat (2)
Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan atau Impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak pada waktu menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Pengkreditan  Pajak  Masukan  terhadap  Pajak  Keluaran  tersebut  di  atas dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.


Ayat (3)
Selisih Yang dimaksud dalam ayat ini harus disetorke Kas Negara menurut ketentuan  sebagaimana  diatur  dalam  Undang-undang  tentang  Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.


Ayat (4)
Selisih yang dimaksud dalam ayat ini adalah hak Pengusaha Kena Pajak yang dapat dikompensasikan atau dimintakembali.


Ayat (5)
Pengusaha   Kena   Pajak   dalam   satu   Masa   Pajak   dapat   melakukan 2(dua)macam penyerahan,  yaitu penyerahan kena pajak  dan penyerahan tidak  kena  pajak.  Dalam  hal  demikian,  Pajak  Masukan  yang  dapat dikreditkan hanya Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahankena pajak,  yang  harus   dapat   diketahui   dengan  pasti   dari   catatan   dalam pembukuan Pengusaha Kena Pajak.


Ayat (6)
Dalam  hal  pencatatan  Pajak  Masukan  di  dalam  pembukuan  Pengusaha Kena Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka cara pengkreditan Pajak  Masukan  dihitung  berdasarkan  pedoman  yang  ditetapkan  oleh Menteri  Keuangan.  Pedoman  tersebut  dimaksudkan  untuk  memberikan kemudahan dan kepastian kepada Pengusaha Kena Pajak.


Ayat (7)
Bagi Pengusaha Kena Pajak dimaksud dalam ayat ini, cara pengkreditan Pajak   Masukan   terhadap   Pajak   Keluaran,   ditentukan   dengan    suatu pedoman   penghitungan   kredit   Pajak   Masukan   yang   ditetapkan   oleh Menteri   Keuangan.   Pedoman   ini   selain   diperlukan   karena   golongan Pengusaha Kena Pajak ini hanya diwajibkan membuat catatan peredaran bruto  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  6  ayat(3)  juga  dimaksudkan untuk  membantu  golongan  Pengusaha  Kena  Pajak  tersebut  agar  dapat mengkreditkan  Pajak  Masukannya  meskipun  golongan  Pengusaha  Kena Pajak initidak mempunyaibuktipungutan Pajak Masukan.


Ayat (8)
Pajak Masukan pada dasarnya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran akan tetapi khusus untuk pengeluaran yang dimaksud dalam ayat ini, Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.


Huruf a
Pajak Masukan hanya dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang telah dikukuhkan menurut ketentuan dalam Pasal 3.


Hurufb
Cukup jelas.


Huruf c
Cukup jelas.


Pasal 10
Ayat (1)
Cara  menghitung  Pajak  Penjualan  Atas  Barang  Mewah  yang  terhutang adalah dengan mengalikan Harga Jual atau Nilai Impor dengan tarif pajak sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 8.


Ayat (2)
Berbeda  dengan  Pajak  Pertambahan Nilai yang  dipungut beberapa  kali, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan satu kali saja pada tingkat Pabrikan atau pada waktu Impor. Karenanya Pajak Penjualan Atas Barang Mewah   yang   telah   dibayar,   tidak   dapat    dikreditkan   dengan   Pajak Pertambahan Nilai padawaktu penyerahan berikutnya.
Pajak  Penjualan  Atas  Barang  Mewah  yang  telah  dibayar  pada  waktu perolehan,  dapat  diminta  kembali  apabila  Barang  Mewah  itu  diekspor. Selanjutnya lihat penjelasan Pasal 7 ayat (2).


Pasal 11
Ayat (1)
Pemungutan  Pajak  Pertambahan  Nilai  menganut  prinsip   dasar   akrual, artinya  pajak  terhutang  pada  saat  Penyerahan  Barang  Kena  Pajak  atau Penyerahan Jasa Kena Pajak atau Impor Barang Kena Pajak, meskipun atas penyerahan     tersebut     belum      atau     belum     sepenuhnya      diterima pembayarannya.


Ayat (2)
Berbeda dengan ketentuan sebagaimana diatur pada ayat(1), maka dalam hal  pembayaran  diterima  sebelum  Penyerahan  Barang  Kena  Pajak  atau Penyerahan  Jasa  Kena  Pajak,  pajak  terhutang  pada  saat  penerimaan pembayaran tersebut.


Pasal 12


Ayat (1)
Ketentuan  ini  memberikan  penegasan  mengenai  tempat  pajak  terhutang yang akan menentukan pula wilayah pemungutanpajak.


Ayat (2)
Bila Pengusaha Kena Pajak terhutang pajak pada lebih dari satu tempat, sedangkan  administrasi  penjualan  dan  keuangan   dipusatkan  pada   satu tempat,   maka   untuk   memudahkan   Pengusaha    Kena   Pajak   tersebut memenuhi    kewajiban     perpajakan,    Pengusaha     Kena    Pajak     yang bersangkutandapat mengajukan permohonan tertulisuntuk memilih tempat pajak terhutang.
Direktur    Jenderal    Pajak    setelah    melakukan    penelitian    seperlunya memberikan keputusan atas permohonanini. Apabila permohonan tersebut ditolak, berlakuketentuan seperti diatur pada ayat (1).


Ayat (3)
Cukup jelas.


Pasal 13
Ayat (1)
Pembuatan Faktur Pajak bersifat wajib bagi setiap Pengusaha Kena Pajak, karena Faktur Pajak adabukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme) pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai.


Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 11 ayat (2).


Ayat (3)
Untuk setiap Penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak   oleh   Pengusaha   Kena  Pajak  harus   dibuat   satu  Faktur  Pajak. Pembuatan  satu  Faktur  Pajak  yang  meliputi  semua  Penyerahan  Barang Kena  Pajak  atau  Penyerahan  Jasa  Kena  Pajak  yang  terjadi  selama  satu bulan takwim kepada pembeli yang sama (langganan tetap) dimaksudkan untuk meringankan beban administrasipengusahatersebut. Pembuatan satu Faktur  Pajak  tersebut  baru  boleh  dilakukan  atas  izin  Direktur  Jenderal Pajak.


Ayat (4)
Pengusaha  yang  memilih  untuk  dikukuhkan  menjadi  Pengusaha  Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak  atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukannya kepadabukan Pengusaha Kena Pajak.


Ayat (5)
Cukup jelas.


Ayat (6)
Cukup jelas.


Ayat (7)
Ketentuan   ini   dimaksudkan   untuk   menyeragamkan   bentuk,   ukuran, pengadaan, dan tata cara penyampaian Faktur Pajak


Ayat (8)
Pengusaha  Kena  Pajak  yang  wajib  membuat  Faktur  Pajak,  tetapi  tidak melaksanakannya atau tidak selengkapnya mengisi Faktur Pajak dianggap telah   melakukan   pelanggaran    dan   dikenakan    sanksi   berupa    denda administrasi.
Pasal 14
Ayat (1)
Faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. Larangan membuat Faktur Pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi Pembelidari pemungutan pajak yang tidak semestinya.


Ayat (2)
Bila Pengusaha yang belum dikukuhkan  sebagai Pengusaha Kena Pajak melanggar  ketentuan  ayat(1)maka  Pengusaha  tersebut  dikenakan  sanksi administrasi  dan  diwajibkan  pula menyetorkan jumlah pajak yang  telah dibuat Faktur Pajaknya ituke Kas Negara.


Pasal 15
Ayat (1)
Laporan   penghitungan   pajak   harus    disampaikan   selambat-lambatnya 20(dua puluh)hari  setelah akhir Masa Pajak dengan menggunakan  Surat Pemberitahuan  Masa  sebagaimana  diatur  dalam Undang-undang  tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Dalam hal hari kedua puluh adalah hari libur, maka laporan harus dimasukkan paling lambat pada hari kerjaberikutnya.


Ayat (2)
Catatan dan dokumen yang berkenaan dengan Impor, Penyerahan Barang Kena Pajak dan Penyerahan Jasa Kena Pajak, misalnya Faktur Pajak, daftar rekapitulasi  Faktur  Pajak,   dokumen  Ekspor,  dan  lain-lain  yang  harus dicantumkan atau dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa ditetapkan oleh Menteri Keuangan.


Ayat (3)
Laporan  ini  bersifat  wajib.  Dalam  hal  ketentuan  ayat  (1)  dan  ayat  (2) dilanggar, maka laporandianggap tidak dimasukkandandikenakansanksi sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.


Pasal 16
Ayat (1)
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal  9  ayat(4)dilakukan  sesuai  dengan  ketentuan  yang  diatur  dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Di samping  ketentuan  tersebut  di  atas,  oleh  Menteri  Keuangan  ditetapkan jangka  waktu  lain,  misalnya pengembalian pajak  atas perolehan barang modal.
Ayat (2)
Permohonan  pengembalian  pajak  yang  diajukan  oleh  Pengusaha  Kena Pajak  yang  mengekspor  Barang  Kena  Pajak  (eksportir)harus  dilengkapi dengan bukti-bukti/dokumen Ekspor yang bersangkutan.


Pasal 17
Hal-hal   yang   menyangkut   ketentuan   mengenai   pengertian   tata   cara pemungutan  dan  sanksi,  misalnya  wewenang  melakukan  pemeriksaan, penetapan, penagihan, pembayaran, keberatan, banding,  dan  sanksi baik administrasi   maupun   pidana,    diatur   dalam    Undang-undang   tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan serta peraturan perundang- undangan lainnya.


Ketentuan  lain  mengenai   sanksi  dalam  Undang-undang  tentang  Pajak Pertambahan Nilai  Barang  Dan  Jasa  Dan  Pajak  Penjualan Atas  Barang Mewah diatur dalam Pasal 3 ayat (4), Pasal 13 ayat (8), dan Pasal 14 ayat (2).


Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.


Hurufb
Semua  peraturan  pelaksanaan  yang  ada,  yang  dikeluarkan  dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Pajak Penjualan 1951, yang tidak bertentangan dengan isi dan maksud undang-undang ini, masih tetap berlaku    selama   belum    dicabut    dan    diganti    dengan    peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan undang- undang ini.


Ayat (2)
Ketentuan ayat (2) ini dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan yang timbul dalam masa peralihan sebagai akibat berlakunya Undang-undang tentang Pajak  Pertambahan  Nilai  Barang  Dan  Jasa  Dan  Pajak  Penjualan  Atas Barang  Mewah  dan  tidak  diberlakukannya  lagi  Undang-undang  Pajak Penjualan 1951, terhadap obyek pengenaan yang sama, seperti:
-     kontrak jangka panjang  atau kontrak yang masa berlakunya meliputi dua masa undang-undang seperti tersebut di atas;
-     sisa Harga Jual atau Penggantian yang belum dibayar;
-     persediaan Barang yang belum adaPajakMasukannya.
Dalam  hal   ini   Menteri   Keuangan   diberi   wewenang  menetapkan peraturan pelaksanaan yang lain dari ketentuan tersebut pada ayat (1). untuk   mengurangi   ketidakadilan   dalam   pembebanan    pajak   dan memperlancar pelaksanaan undang-undang ini.


Pasal 19
Cukup jelas.


Pasal 20
Cukup jelas.


Pasal 21
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1983 NOMOR 3264



UU Nomor 8 Tahun 1983.pdf

101.15 KB, 下载次数: 200

回复

使用道具 举报

Copyright © 2001-2013 Comsenz Inc. Powered by Discuz! X3.4 京公网安备 11010802035448号 ( 京ICP备19053597号-1,电话18600416813,邮箱1479971814@qq.com ) 了解Tax100创始人胡万军 优化与建议 隐私政策
快速回复 返回列表 返回顶部