印度尼西亚《2008年第36号法律(UU),关于1983年第7号所得税法的第四次修正案》
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR36TAHUN 2008TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam upaya mengamankan penerimaan negara yang semakinmeningkat,mewujudkansistemperpajakanyang netral,sederhana,stabil,lebihmemberikankeadilan,dan lebih dapat menciptakan kepastian hukum serta transparansiperludilakukanperubahanterhadapUndang- UndangNomor7Tahun 1983tentangPajakPenghasilan sebagaimanatelahbeberapakalidiubahterakhirdengan Undang-UndangNomor17 Tahun2000tentangPerubahan KetigaatasUndang-UndangNomor7Tahun1983tentang Pajak Penghasilan;
b. bahwaberdasarkanpertimbangansebagaimanadimaksud
dalamhuruf a,perlumembentukUndang-Undangtentang PerubahanKeempatatasUndang-UndangNomor7Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
Mengingat :
1. Pasal5ayat(1),Pasal20,danPasal23AUndang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;
2. Undang-UndangNomor 6Tahun 1983tentangKetentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimanatelah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-UndangNomor28Tahun2007tentangPerubahan KetigaatasUndang-UndangNomor6Tahun1983tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (LembaranNegara Republik IndonesiaTahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubahterakhirdenganUndang-UndangNomor 17Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun1983tentangPajakPenghasilan(LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANGNOMOR 7TAHUN 1983TENTANGPAJAK PENGHASILAN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun1983Nomor50,TambahanLembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3263) yang telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang:
a. Nomor7 Tahun1991(LembaranNegaraRepublikIndonesia Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3459);
b. Nomor10 Tahun1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3567);
c. Nomor17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal1 substansi tetap dan Penjelasannya diubah sehinggarumusanPenjelasanPasal 1adalahsebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal demi Pasal Angka 1 Undang-Undang ini.
2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) sampai dengan ayat (5) diubah dan di antara ayat(1) dan ayat(2) disisipkan1(satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Yang menjadi subjek pajak adalah: a. 1.orang pribadi;
2.warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
b.badan; dan
c.bentuk usaha tetap.
(1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuanperpajakannyadipersamakandengansubjek pajak badan.
(2) Subjekpajakdibedakanmenjadisubjekpajakdalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
(3) Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orangpribadi yangbertempattinggaldiIndonesia, orangpribadiyangberadadiIndonesialebihdari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (duabelas)bulan, atau orangpribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia danmempunyainiatuntukbertempattinggaldi Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1.pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2.pembiayaannya bersumber dari Anggaran PendapatandanBelanjaNegaraatauAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3.penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
4.pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c. warisan yang belumterbagisebagaisatu kesatuan menggantikan yang berhak.
(4) Subjek pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,orangpribadiyangberadadiIndonesia tidaklebihdari 183(seratusdelapanpuluhtiga) hari dalam jangka waktu12 (dua belas) bulan, dan badanyangtidakdidirikandantidakbertempat kedudukandiIndonesia, yangmenjalankanusaha ataumelakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,orangpribadiyangberadadiIndonesia tidaklebihdari 183(seratusdelapanpuluhtiga) hari dalam jangka waktu12 (dua belas) bulan, dan badanyangtidakdidirikandantidakbertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima ataumemperolehpenghasilandariIndonesiatidak darimenjalankanusahaataumelakukankegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
(5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakanolehorangpribadiyangtidakbertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesiatidaklebihdari183(seratusdelapanpuluh tiga) hari dalam jangka waktu12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan; c. kantor perwakilan; d. gedung kantor;
e. pabrik; f. bengkel; g. gudang;
h. ruang untuk promosi dan penjualan;
i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,
atau kehutanan;
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari60 (enampuluh)hari dalamjangkawaktu 12 (dua belas) bulan;
n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o. agenataupegawaidariperusahanasuransiyang tidakdidirikandantidakbertempatkedudukandi Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
(6) Tempattinggalorangpribadiatautempatkedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.
3.KetentuanPasal3diubahdanditambah1(satu)ayat, yakni ayat (2) sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat ataupejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orangyang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama- samamerekadengansyaratbukanwarganegara IndonesiadandiIndonesiatidakmenerimaatau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannyatersebutsertanegarabersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1.Indonesiamenjadianggotaorganisasitersebut; dan
2.tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untukmemperolehpenghasilandariIndonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syaratbukanwarga negara Indonesiadan tidak menjalankanusaha,kegiatan,ataupekerjaanlain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
(2) Organisasiinternasionalyang tidak termasuk subjek pajaksebagaimana dimaksud pada ayat (1)hurufc ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
4. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf h, huruf l, danPenjelasan huruf kdiubahdanditambah3(tiga) huruf, yaknihuruf qsampaidenganhuruf s,ayat(2)diubah,ayat (3)huruf a,huruf d,huruf f,huruf i,danhuruf kdiubah, huruf jdihapus,danditambah3(tiga) huruf, yaknihuruf l, hurufm,danhurufnsehinggaPasal4berbunyisebagai berikut:
Pasal 4
(1) Yangmenjadi objek pajak adalah penghasilan,yaitu setiaptambahankemampuanekonomisyangditerima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaanataujasayangditerimaataudiperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalandalambentuklainnya,kecualiditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b. hadiahdariundianataupekerjaanataukegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1. keuntungankarena pengalihan hartakepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungankarena pengalihan hartakepada pemegangsaham,sekutu,atauanggotayang diperolehperseroan,persekutuan,danbadan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PeraturanMenteriKeuangan,sepanjangtidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak- pihak yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualanataupengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
e. penerimaankembalipembayaranpajak yangtelah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bungatermasukpremium,diskonto,danimbalan karenajaminan pengembalian utang;
g. dividen,dengannamadandalambentukapapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegangpolis,danpembagiansisahasilusaha koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampaidenganjumlah tertentuyang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi;
o. iuranyangditerimaataudiperolehperkumpulan darianggotanya yang terdiridari WajibPajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.
(2) Penghasilandibawahinidapatdikenaipajakbersifat final:
a. penghasilanberupabungadepositodantabungan lainnya,bungaobligasidansuratutangnegara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilandari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanahdan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usahareal estate,danpersewaantanahdan/atau bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang
diterimaolehbadanamilzakatataulembaga amilzakatyangdibentukataudisahkanoleh pemerintahdanyangditerimaolehpenerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yangsifatnyawajibbagipemelukagamayang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaanyangdibentukataudisahkanoleh pemerintahdanyangditerimaolehpenerima sumbanganyangberhak,yangketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,badankeagamaan,badanpendidikan, badansosial termasuk yayasan, koperasi,atau orangpribadiyangmenjalankanusahamikro dankecil,yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. hartatermasuksetorantunaiyangditerimaoleh badansebagaimanadimaksuddalamPasal2ayat (1)huruf bsebagaipenggantisahamatausebagai pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaanataujasayangditerimaataudiperoleh dalambentuknaturadan/ataukenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperolehperseroanterbatassebagaiWajibPajak dalamnegeri,koperasi, badan usahamiliknegara, ataubadanusahamilikdaerah,daripenyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara danbadan usaha milik daerahyang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yangmemberikandividenpalingrendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
g. iuranyangditerimaataudiperolehdanapensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan,baikyangdibayarolehpemberikerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i. bagianlabayangditerimaataudiperolehanggota dariperseroan komanditeryang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. dihapus;
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atauyang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnyatidakdiperdagangkandi bursaefek di Indonesia;
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan,yangtelahterdaftarpadainstansi yang membidanginya,yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut,yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5. KetentuanPasal6ayat(1)hurufa,hurufe,hurufg,dan huruf hdiubahdanditambah5(lima)huruf,yaknihuruf i sampai dengan huruf m, serta ayat (2) diubah sehingga Pasal
6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkanpenghasilanbrutodikurangibiayauntuk mendapatkan,menagih,danmemeliharapenghasilan, termasuk:
a. biayayangsecaralangsungatautidaklangsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biayaberkenaandenganpekerjaanataujasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur denganatau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b. penyusutanataspengeluaranuntukmemperoleh hartaberwujuddanamortisasiataspengeluaran untukmemperolehhakdanatasbiayalainyang mempunyai masa manfaat lebih dari1 (satu) tahun sebagaimanadimaksuddalamPasal11danPasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d. kerugiankarenapenjualanataupengalihanharta yang dimiliki dan digunakan dalamperusahaan atauyangdimilikiuntukmendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telahdibebankansebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintahyangmenanganipiutangnegara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitanumumataukhusus;atauadanya pengakuandaridebitur bahwa utangnya telah dihapuskan untukjumlah utang tertentu;
4. syaratsebagaimanadimaksudpadaangka3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagihdebiturkecilsebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) hurufk;
yangpelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembanganyangdilakukandiIndonesiayang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulaitahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
(3) Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupaPenghasilan TidakKena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
6. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:
a. Rp15.840.000,00 (lima belasjuta delapan ratus empatpuluhribu rupiah)untukdiriWajibPajak orang pribadi;
b. Rp1.320.000,00 (satujuta tiga ratus dua puluh riburupiah) tambahan untuk Wajib Pajakyang kawin;
c. Rp15.840.000,00 (lima belasjuta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilansuamisebagaimanadimaksuddalam Pasal 8 ayat (1); dan
d. Rp1.320.000,00 (satujuta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,yang menjaditanggungansepenuhnya,palingbanyak3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
(2) Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
(3) Penyesuaianbesarnya PenghasilanTidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Ketentuan Pasal 8 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dan Penjelasan ayat (1) diubah sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Seluruhpenghasilanataukerugianbagiwanitayang telahkawinpadaawaltahunpajakataupadaawal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat(2)dianggap sebagaipenghasilanataukerugian suaminya,kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari1 (satu) pemberi kerja yang telahdipotongpajakberdasarkanketentuanPasal21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
(2) Penghasilansuami-isteridikenaipajaksecaraterpisah apabila:
a. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan
putusan hakim;
b. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri
berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan; atau
c. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
(3) Penghasilanneto suami-isteri sebagaimanadimaksud pada ayat (2) hurufb dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami- isteri danbesarnya pajakyang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
(4) Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya.
8. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf e, dan huruf g serta Penjelasan huruf f diubah sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) UntukmenentukanbesarnyaPenghasilanKenaPajak bagi WajibPajakdalamnegeridan bentuk usahatetap tidak boleh dikurangkan:
a. pembagianlabadengannamadandalambentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegangpolis,danpembagiansisahasilusaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1. cadangan piutang tak tertagihuntuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadanganbantuansosialyangdibentukoleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadanganbiayapenutupandanpemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jikadibayarolehpemberikerjadanpremi tersebutdihitungsebagaipenghasilanbagiWajib Pajak yang bersangkutan;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaanatau jasayangdiberikandalambentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantianatau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
f. jumlahyangmelebihikewajaranyangdibayarkan kepadapemegangsahamataukepadapihakyang mempunyaihubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
g. harta yangdihibahkan,bantuanatausumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(3)huruf adanhuruf b,kecualisumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) hurufisampaidenganhurufmsertazakatyang diterimaolehbadanamilzakatataulembagaamil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnyawajibbagipemelukagama yangdiakuidi Indonesia,yangditerimaolehlembagakeagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentinganpribadiWajibPajakatauorangyang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma,atauperseroankomanditeryangmodalnya tidak terbagi atas saham;
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikansertasanksipidanaberupadendayang berkenaan dengan pelaksanaan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(2) Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal11 atau Pasal11A.
9. KetentuanPasal11ayat(7)dan ayat(11)sertaPenjelasan ayat(1)sampaidenganayat(4)diubahsehinggaPasal 11 berbunyi sebagai berikut:
Pasal11
(1) Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hakgunabangunan,hakgunausaha,danhakpakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagianyangsamabesarselamamasamanfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
(2) Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimanadimaksudpadaayat(1)selainbangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurunselamamasamanfaat, yangdihitungdengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkansekaligus,dengansyaratdilakukansecara taat asas.
(3) Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran,kecualiuntukhartayangmasihdalam prosespengerjaan,penyusutannyadimulaipadabulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
(4) Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan,menagih, dan memeliharapenghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
(5) Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkanketentuansebagaimanadimaksuddalam Pasal 19,makadasarpenyusutanatashartaadalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
(6) Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujudyangdimilikidandigunakandalambidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(8) Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimanadimaksuddalamPasal4ayat(1)huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantianasuransinyayangditerimaataudiperoleh dibukukansebagaipenghasilanpadatahunterjadinya penarikan harta tersebut.
(9) Apabilahasilpenggantianasuransi yangakanditerima jumlahnyabarudapatdiketahuidenganpastidimasa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlahsebesarkerugiansebagaimanadimaksud pada ayat (8) dibukukan sebagai bebanmasa kemudian tersebut.
(10) Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimanadimaksuddalamPasal4ayat(3)huruf a dan huruf b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilaisisabukuhartatersebuttidakbolehdibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujudsesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
10.Ketentuan Pasal11A ayat (1) dan Penjelasan ayat (5) diubah serta di antara ayat(1) dan ayat(2) disisipkan1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal11A berbunyi sebagai berikut:
Pasal11A
(1) Amortisasiataspengeluaranuntukmemperolehharta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjanganhakgunabangunan,hakgunausaha, hakpakai,danmuhibah (goodwill)yangmempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian- bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurunselama masa manfaat, yangdihitung dengan cara menerapkan tarifamortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
(1a)Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(2) Untukmenghitungamortisasi,masamanfaatdantarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
(3) Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasanmodalsuatuperusahaandibebankanpada tahunterjadinyapengeluaranataudiamortisasisesuai denganketentuansebagaimanadimaksuddalamayat (2) .
(4) Amortisasiataspengeluaranuntuk memperolehhak danpengeluaranlainyangmempunyaimasamanfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.
(5) Amortisasiataspengeluaranuntuk memperolehhak penambangan selain yang dimaksud pada ayat(4), hak pengusahaanhutan, danhak pengusahaan sumber alamsertahasilalamlainnyayangmempunyaimasa manfaatlebihdari1(satu)tahun,dilakukandengan menggunakan metode satuan produksi setinggi- tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.
(6) Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai denganketentuansebagaimanadimaksuddalamayat (2) .
(7) Apabilaterjadi pengalihan hartatak berwujud atau hak-haksebagaimanadimaksuddalamayat(1),ayat
(4), dan ayat(5), maka nilai sisa buku harta atau hak- haktersebutdibebankansebagaikerugiandan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.
(8) Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksuddalamPasal4 ayat(3) huruf a danhurufb,yangberupahartatakberwujud,maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
11. KetentuanPasal14ayat(2),ayat(3),ayat(5),danayat(7) serta Penjelasan ayat(4) diubah sehingga Pasal14 berbunyi sebagai berikut:
Pasal14
(1) Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan disempurnakanterus-menerussertaditerbitkanoleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) WajibPajakorangpribadiyangmelakukankegiatan usahaataupekerjaanbebas yangperedaranbrutonya dalam1(satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitungpenghasilan neto dengan menggunakan NormaPenghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3(tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakanNormaPenghitunganPenghasilanNeto wajib menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
(4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakanNormaPenghitunganPenghasilanNeto, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
(5) Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan ataupencatatan,termasukWajibPajaksebagaimana dimaksudpadaayat(3)danayat(4),yangternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto danperedaran brutonya dihitung dengan caralain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(6) Dihapus.
(7) Besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud padaayat(2)dapatdiubahdenganPeraturanMenteri Keuangan.
12.KetentuanPasal 16ayat(1)sampaidenganayat(3)dan Penjelasan ayat (4) diubah sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:
Pasal16
(1) PenghasilanKenaPajaksebagaidasarpenerapan tarif bagiWajib Pajak dalam negeri dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(1)denganpengurangansebagaimanadimaksud dalamPasal6ayat(1)danayat(2),Pasal7ayat(1), sertaPasal9ayat(1)huruf c,huruf d,huruf e,dan huruf g.
(2) Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi danbadan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dihitungdenganmenggunakannormapenghitungan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 14 dan untuk Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan Penghasilan TidakKenaPajaksebagaimanadimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) .
(3) PenghasilanKenaPajakbagiWajibPajakluarnegeri yangmenjalankan usaha ataumelakukan kegiatan melaluisuatubentukusahatetapdiIndonesiadalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan memerhatikan ketentuan dalam Pasal 4 ayat(1) dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat
(3), Pasal 6 ayat(1) dan ayat(2), serta Pasal 9 ayat(1) hurufc, huruf d, hurufe, dan huruf g.
(4) Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajakdalamsuatu bagian tahunpajaksebagaimanadimaksuddalamPasal2A ayat(6)dihitungberdasarkanpenghasilannetoyang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang disetahunkan.
13.KetentuanPasal 17ayat(1)sampaidenganayat(3)dan Penjelasanayat(5)sampaidenganayat(7)diubahsertadi antara ayat(2) dan ayat(3) disisipkan 4(empat) ayat, yakni ayat (2a) sampai dengan ayat (2d) sehingga Pasal 17 berbunyi sebagai berikut:
Pasal17
(1) Tarifpajakyang diterapkanatas Penghasilan Kena Pajak bagi:
a. WajibPajakorangpribadidalamnegeriadalah sebagai berikut:
b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen) .
(2) Tariftertinggisebagaimanadimaksudpadaayat (1) huruf a dapatditurunkan menjadi paling rendah25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2a) Tarifsebagaimanadimaksudpadaayat (1)hurufb
menjadi 25% (dua puluh lima persen)yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
(2b) Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk
perseroan terbukayang paling sedikit 40% (empat puluhpersen)darijumlahkeseluruhansahamyang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarifsebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(2c) Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen
yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.
(2d) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif
sebagaimanadimaksudpadaayat(2c)diaturdengan Peraturan Pemerintah.
(3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksudpadaayat(1)huruf adapatdiubahdengan Keputusan Menteri Keuangan.
(4) Untukkeperluanpenerapantarifpajaksebagaimana dimaksud pada ayat (1),jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
(5) Besarnyapajak yangterutangbagiWajibPajakorang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahunpajaksebagaimanadimaksuddalamPasal 16 ayat(4),dihitungsebanyak jumlahharidalambagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh)dikalikandengan pajak yangterutang untuk1 (satu) tahun pajak.
(6) Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.
(7) DenganPeraturanPemerintahdapatditetapkantarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjangtidak melebihi tarifpajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1) .
14.Ketentuan Pasal18 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan Penjelasan ayat (1)diubah sertadi antaraayat (3a) dan ayat (4) disisipkan4(empat)ayat,yakniayat(3b)sampaidengan ayat (3e) sehingga Pasal18 berbunyi sebagai berikut:
Pasal18
(1) Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusanmengenaibesarnyaperbandinganantara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnyadividenolehWajibPajakdalamnegeri ataspenyertaan modal pada badan usaha diluar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. besarnyapenyertaan modalWajib Pajak dalam negeritersebutpalingrendah 50% (limapuluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
b. secarabersama-samadenganWajibPajakdalam negerilainnyamemilikipenyertaanmodalpaling rendah 50% (lima puluh persen) darijumlah saham yang disetor.
(3) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangansertamenentukanutangsebagaimodal untukmenghitungbesarnyaPenghasilanKenaPajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan WajibPajaklainnyasesuaidengankewajaran dan kelazimanusaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandinganhargaantarapihakyangindependen, metodehargapenjualankembali,metodebiaya-plus, atau metode lainnya.
(3a) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan
perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukanhargatransaksiantarpihak-pihakyang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksuddalamayat(4), yangberlakuselamasuatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.
(3b) WajibPajakyangmelakukanpembeliansahamatau
aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (specialpurpose company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnyamelakukanpembeliantersebutsepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewadenganpihaklainataubadantersebutdan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.
(3c) Penjualanataupengalihansahamperusahaanantara
(conduit company atauspecial purpose company) yang didirikanataubertempatkedudukandinegarayang memberikanperlindunganpajak(taxhavencountry) yangmempunyaihubunganistimewadenganbadan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
(3d) Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak
orangpribadidalamnegeridaripemberikerjayang memilikihubunganistimewadenganperusahaanlain yangtidakdidirikandantidakbertempatkedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilanWajibPajakorangpribadidalamnegeri tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnyayang dibayarkan kepada perusahaan yang tidakdidirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut.
(3e) Pelaksanaanketentuansebagaimanadimaksudpada
ayat(3b),ayat(3c),danayat(3d)diaturlebihlanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(4) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat
(3)sampaidenganayat(3d),Pasal9ayat(1)huruf f, dan Pasal10 ayat (1) dianggap ada apabila:
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah25% (duapuluhlimapersen)padaWajibPajaklain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah25%(dua puluh lima persen) pada duaWajibPajakataulebih;atauhubungandi antaraduaWajibPajakataulebihyangdisebut terakhir;
b. WajibPajakmenguasaiWajibPajaklainnyaatau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaanyangsamabaiklangsungmaupun tidak langsung; atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupunsemendadalamgarisketurunanlurus dan/atau ke samping satu derajat.
(5) Dihapus.
15.Ketentuan Pasal 19 ayat (2) diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:
Pasal19
(1) MenteriKeuanganberwenangmenetapkanperaturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga.
(2) Atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal17 ayat (1) .
16.Ketentuan Pasal 21 ayat (1) sampai dengan ayat (5), dan ayat (8) diubah, serta di antara ayat(5) dan ayat(6) disisipkan1 (satu) ayat,yakni ayat (5a) sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 21
(1) Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan denganpekerjaan,jasa,ataukegiatandengannama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:
a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagaiimbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
b. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
c. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
d. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
(2) Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(3) Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalahjumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan denganPeraturanMenteriKeuangan,iuranpensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
(4) Penghasilan pegawai harian, mingguan,serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajak adalahjumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilanyangtidakdikenakanpemotonganyang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(5) Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal17 ayat(1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.
(5a) Besarnyatarifsebagaimanadimaksudpadaayat(5)
yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memilikiNomorPokokWajibPajaklebihtinggi20% (duapuluh persen) daripada tarifyang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(6) Dihapus.
(7) Dihapus.
(8) Ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan denganpekerjaan, jasa,ataukegiatandiaturdengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
17.Ketentuan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) diubah, serta ditambah 1(satu)ayat,yakniayat(3)sehinggaPasal22 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
(1) Menteri Keuangan dapat menetapkan:
a. bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
b. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajakdaripembeliataspenjualanbarangyang tergolong sangat mewah.
(2) Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(3) Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)yangditerapkanterhadapWajibPajakyangtidak memilikiNomorPokokWajibPajaklebihtinggi100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
18.KetentuanPasal23ayat(1),ayat(2),danayat(4)huruf c diubah, ayat(4) huruf d dan huruf g dihapus dan ditambah 1(satu)huruf,yaknihuruf h,sertadiantaraayat(1)dan ayat(2)disisipkan 1(satu)ayat,yakniayat(1a)sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23
(1) Ataspenghasilantersebutdibawahinidengannama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untukdibayarkan,atautelah jatuhtempo pembayarannyaolehbadanpemerintah,subjekpajak badandalamnegeri,penyelenggarakegiatan,bentuk usahatetap,atauperwakilanperusahaanluarnegeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usahatetap,dipotongpajakolehpihakyangwajib membayarkan:
a. sebesar15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
1. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
2. bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruff;
3. royalti; dan
4. hadiah,penghargaan,bonus,dansejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimanadimaksuddalamPasal21ayat
(1) hurufe; b. dihapus;
c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
1. sewa dan penghasilan lain sehubungan denganpenggunaanharta,kecualisewadan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaanhartayangtelahdikenaiPajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
2. imbalan sehubungan denganjasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainselain jasa yangtelahdipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(1a) Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnyatarifpemotonganadalahlebihtinggi100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) .
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf c angka 2 diaturdengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(3) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) .
(4) Pemotonganpajaksebagaimanadimaksudpadaayat
(1) tidak dilakukan atas:
a. penghasilanyangdibayaratauterutangkepada bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
c. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat(3)huruffdandividenyangditerimaoleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);
d. dihapus;
e. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;
f. sisahasilusahakoperasiyangdibayarkanoleh koperasi kepada anggotanya;
g. dihapus; dan
h. penghasilanyangdibayaratauterutangkepada badanusahaatas jasakeuanganyangberfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
19.KetentuanPasal24ayat(3)danayat(6)diubahsehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24
(1) Pajakyangdibayaratauterutangdiluarnegeriatas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperolehWajibPajakdalamnegeribolehdikreditkan terhadappajakyangterutangberdasarkanUndang- undang ini dalam tahun pajak yang sama.
(2) Besarnyakreditpajaksebagaimanadimaksudpada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Dalammenghitung batasjumlah pajakyang boleh dikreditkan,sumberpenghasilanditentukansebagai berikut:
a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritaslainnya adalah negara tempat badan yangmenerbitkansahamatausekuritastersebut didirikan atau bertempat kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
d. penghasilanberupaimbalansehubungandengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
e. penghasilanbentukusahatetapadalahnegara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaanpertambanganadalahnegaratempat lokasi penambangan berada;
g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan
h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadibagiandarisuatubentukusahatetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
(4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimanadimaksudpadaayat (3)menggunakan prinsipyang sama dengan prinsipyang dimaksud pada ayat tersebut.
(5) Apabilapajakataspenghasilandariluarnegeriyang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut Undang-undanginiharusditambahdenganjumlah tersebutpadatahunpenguranganataupengembalian itu dilakukan.
(6) Ketentuanmengenaipelaksanaanpengkreditanpajak ataspenghasilandariluarnegeridiaturdenganatau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
20.Ketentuan Pasal25 ayat(1), ayat(2), ayat(4), ayat(6), ayat (7),danayat(8)diubah,ayat(9)dihapus,sertadiantara ayat (8) dan ayat(9) disisipkan1 (satu) ayat, yakni ayat (8a) sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
(1) Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yangharusdibayarsendiriolehWajibPajakuntuk setiapbulanadalahsebesarPajakPenghasilanyang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan PajakPenghasilantahunpajakyanglaludikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilanyang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b. PajakPenghasilanyangdibayaratauterutangdi luarnegeriyangbolehdikreditkansebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12(duabelas)ataubanyaknyabulandalam bagian tahun pajak.
(2) Besarnyaangsuranpajakyangharusdibayarsendiri olehWajibPajakuntukbulan-bulansebelumSurat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
(3) Dihapus.
(4) Apabiladalamtahunpajakberjalanditerbitkansurat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak.
(5) Dihapus.
(6) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitunganbesarnyaangsuranpajakdalamtahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak
teratur;
c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yanglaludisampaikansetelahlewatbatas waktu yang ditentukan;
d. Wajib Pajak diberikan perpanjanganjangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
e. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat PemberitahuanTahunanPajakPenghasilanyang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan
f. terjadiperubahankeadaanusahaataukegiatan Wajib Pajak.
(7) Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
a. Wajib Pajak baru;
b. bank,badanusahamiliknegara,badanusaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan WajibPajaklainnya yangberdasarkanketentuan peraturanperundang-undanganharusmembuat laporan keuangan berkala; dan
c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengantarif palingtinggi0,75%(nolkomatujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto.
(8) WajibPajakorangpribadidalamnegeriyangtidak memilikiNomorPokokWajibPajakdantelahberusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(8a) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010.
(9) Dihapus.
21. KetentuanPasal26ayat(1)diubahdanditambah2(dua)
huruf,yaknihuruf gdanhuruf h,ayat(2)sampaidengan ayat(5)diubah,diantara ayat(1)danayat(2)disisipkan1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), serta di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 26
(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untukdibayarkan,atautelah jatuhtempo pembayarannyaolehbadanpemerintah,subjekpajak dalamnegeri,penyelenggarakegiatan,bentukusaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepadaWajibPajakluarnegeriselainbentukusaha tetapdiIndonesiadipotongpajaksebesar20%(dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c. royalti,sewa,danpenghasilanlainsehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g. premiswapdantransaksilindungnilailainnya; dan/atau
h. keuntungan karena pembebasan utang.
(1a) NegaradomisilidariWajibPajakluarnegeriselain
yangmenjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimanadimaksudpadaayat(1)adalahnegara tempattinggalatautempatkedudukanWajibPajak luarnegeriyangsebenarnyamenerimamanfaatdari penghasilan tersebut (beneficial owner) .
(2) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta diIndonesia,kecualiyangdiaturdalamPasal4ayat
(2),yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeriselainbentukusahatetapdiIndonesia,dan premiasuransiyangdibayarkankepadaperusahaan asuransiluarnegeridipotongpajak20%(duapuluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.
(2a) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan
sahamsebagaimanadimaksuddalamPasal 18ayat (3c)dipotongpajaksebesar20%(duapuluhpersen) dari perkiraan penghasilan neto.
(3) Pelaksanaanketentuansebagaimanadimaksudpada ayat(2) dan ayat(2a) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(4) PenghasilanKena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatubentukusahatetapdiIndonesiadikenaipajak sebesar20%(duapuluhpersen),kecualipenghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(5) Pemotonganpajaksebagaimanadimaksudpadaayat
(1), ayat (2), ayat (2a), dan ayat (4) bersifat final, kecuali:
a. pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksuddalamPasal 5ayat (1)hurufbdan hurufc; dan
b. pemotonganataspenghasilan yangditerimaatau diperolehorangpribadiataubadanluarnegeri yangberubahstatusmenjadiWajibPajakdalam negeri atau bentuk usaha tetap.
22.Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat(1), kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
23.Ketentuan Pasal 31A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31A
(1) Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal dibidang-bidangusahatertentudan/ataudidaerah- daerahtertentuyangmendapatprioritastinggidalam skala nasional dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk:
a. penguranganpenghasilannetopalingtinggi30% (tigapuluhpersen)darijumlahpenanamanyang dilakukan;
b. penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
c. kompensasikerugian yanglebihlama,tetapitidak lebih dari10 (sepuluh) tahun; dan
d. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakanyang berlaku menetapkan lebih rendah.
(2) Ketentuanlebihlanjutmengenaibidang-bidangusaha tertentu dan/atau daerah-daerah tertentu yang mendapatprioritastinggidalamskalanasionalserta pemberianfasilitasperpajakansebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
24. Pasal 31B dihapus.
25.KetentuanPasal31Cayat(2)dihapussehinggaPasal31C berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31C
(1) Penerimaan negara dari Pajak Penghasilan orang pribadi dalam negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21yang dipotongolehpemberikerjadibagidenganimbangan 80% untuk Pemerintah Pusat dan 20% untuk Pemerintah Daerah tempat Wajib Pajak terdaftar.
(2) Dihapus.
26.DiantaraPasal31CdanPasal32disisipkan2(dua)pasal, yakniPasal31DdanPasal31Esehinggaberbunyisebagai berikut:
Pasal 31D
Ketentuan mengenai perpajakan bagi bidang usaha pertambanganminyakdangasbumi,bidangusahapanas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara, dan bidang usaha berbasis syariah diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31E
(1) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00(lima puluh miliarrupiah)mendapatfasilitasberupapengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal17 ayat (1) huruf b danayat(2a)yangdikenakanatasPenghasilanKena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00(empatmiliardelapanratusjuta rupiah) .
(2) Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
27.Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
Tatacarapengenaanpajakdansanksi-sanksiberkenaan denganpelaksanaanUndang-Undanginidilakukansesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KetentuanUmumdanTataCaraPerpajakansebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-UndangNomor6Tahun 1983tentangKetentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
28.Di antara Pasal 32A dan Pasal 33 disisipkan1(satu) pasal, yakni Pasal 32B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32B
Ketentuan mengenai pengenaan pajak atas bunga atau diskonto Obligasi Negara yang diperdagangkan di negara lain berdasarkan perjanjian perlakuan timbal balik dengan negara lain tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
29.Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam rangka pelaksanaan Undang-Undangini diaturlebihlanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal II
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
1. Wajib Pajak yang tahun bukunya berakhir setelah tanggal 30 Juni 2001 wajib menghitung pajaknya berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimanatelahbeberapakali diubahterakhir dengan Undang-UndangNomor17 Tahun2000tentangPerubahan KetigaatasUndang-UndangNomor7Tahun1983tentang Pajak Penghasilan.
2. Wajib Pajak yang tahun bukunya berakhir setelah tanggal 30 Juni 2009 wajib menghitung pajaknya berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang ini.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR133
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
SETIO SAPTO NUGROHO
页:
[1]