印度尼西亚《一般税法》
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR6 TAHUN 1983TENTANGKETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukumberdasarkanPancasiladanUndang-UndangDasar 1945yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara, karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajibankenegaraanbagiparawarganyayangmerupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional;b. bahwa sistem perpajakan yang merupakan landasan pelaksanaan pemungutan pajak negara yang selama ini berlaku, tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia baikdalamsegi kegotongroyongan nasional maupun dalamlaju pembangunannasional yang telahdicapai;c. bahwasistemperpajakanyangtertuang didalamketentuan- ketentuanperpajakanyangberlaku selamainibelumdapat menggerakkan peran serta semua lapisansubyekpajak yang besar peranannyadalam meningkatkan penerimaandalam negeridan sangat diperlukan guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunannasional;d. bahwa oleh karena itu, sesuai pula dengan amanat yang terkandung dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan MajelisPermusyawaratanRakyatRepublikIndonesiaNomor II/MPR/1983), perludiadakan pembaharuan sistem perpajakan yangberlaku dengan sistemyangmemberikankepercayaan kepada subyek pajak untuk melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang perpajakan, sehingga dapat mewujudkanperluasandanpeningkatankesadarankewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat;e. bahwauntukdapatmencapaimaksudtersebutdiatas,perlu diadakanpembaharuandanpenggantianperaturanperundang- undangan perpajakan yang selama ini berlaku; Mengingat : 1. Pasal5ayat(1),Pasal20ayat(1),dariPasal23ayat(2),Undang-Undang Dasar 1945;2. KetetapanMajelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar HaluanNegara;3. RegelingvanhetBeroep in Belastingszaken (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun1959Nomor13.TambahanLembaranNegaraNomor 1748);4. Undang-undang Nomor19 Tahun1959 tentang Penagihan Pajak NegaradenganSuratPaksa(LembaranNegara Tahun 1959 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850);5. Undang-undangNomor8Tahun 1981tentangHukumAcara Pidana(LembaranNegaraTahun 1981Nomor76,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); DenganpersetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,MEMUTUSKAN: Dengan mencabut: 1. Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 319)sebagaimanatelahbeberapakalidiubah,terakhirdengan Undang-undangNomor8Tahun1970tentangPerubahandan Tambahan Ordonansi Pajak Perseroan1925(Lembaran Negara Tahun1970Nomor43,TambahanLembaranNegaraNomor 2940); 2. Ordonansi Pajak Pendapatan, 1944 (Staatsblad Tahun 1944 Nomor17)sebagaimanatelahbeberapakalidiubah,terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun1970 tentang Perubahan danTambahanOrdonansiPajakPendapatan 1944(Lembaran NegaraTahun 1970Nomor44,TambahanLembaranNegara Nomor 2941); 3. Undang-undangNomor8Tahun1967tentangPerubahandan Penyempurnaan, Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, PajakKekayaan 1932,danPajakPerseroan 1925(LembaranNegaraTahun 1967Nomor18,TambahanLembaranNegara Nomor2827);kecualiketentuan-ketentuanmengenaitatacara pemungutanPajak Kekayaan; 4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1970 tentangPajak atas Bunga, Dividen dan Royalti 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2942); Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KETENTUAN UMUM DANTATA CARA PERPAJAKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksuddalam undang-undang ini dengan:a. Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakanditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan;b. Badan adalah perseroan terbatas, perseroan komanditer, badanusaha milik Negara atau Daerah dengan nama dandalambentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan atau lembaga, dan bentuk usahatetap;c. MasaPajakadalahjangkawaktutertentuyangdigunakansebagaidasaruntuk menghitung jumlah pajak yang terhutang;d. Tahun Pajak adalah jangkawaktu satu tahun takwim atau satu tahun buku; e. Bagian Tahun Pajak adalahbagian dari jangkawaktu satu Tahun Pajak;f. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajakdigunakanuntuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terhutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;g. Surat Pemberitahuan Masaadalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk memberitahukan pajak yang terhutang dalam suatu Masa Pajak atau padasuatu saat;h. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk memberitahukan pajak yang terhutang dalam suatu Tahun Pajak;i. Surat Setoran Pajak adalah suratyangolehWajibPajakdigunakanuntuk melakukanpembayaranpajakyangterhutang diKasNegara atau ditempat pembayaran lainnyayang ditunjuk olehMenteriKeuangan, dan/atauuntuk melaporkan ke Direktorat JenderalPajak;j. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukantagihan pajak dan,/atausanksi berupa bungadan denda administrasi;k. Surat Ketetapan Pajak adalah, surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang,jumlah pengurangan pembayaran pajak,jumlahkekurangan pembayaran pokok pajak, besarnyasanksiadministrasi,dan jumlahpajakyang masih harusdibayar;l. Surat Ketetapan Pajak Tambahanadalah Surat keputusan yang menambahjumlah pajak yang telahditetapkan;m. SuratKeputusanKelebihanPembayaranPajak adalah suratkeputusanyang menentukan pengembalian kelebihan pembayaran jumlahpajak yang telahdibayar dan/ataudipotongdan/ataudipungut,karenajumlahpajakyangtelahdibayar dan/ataudipotong dan/ataudipungut lebih besardaripajak yang terhutang;n. SuratPemberitaanadalahsuratyang berisi pemberitahuan kepada Wajib Pajak, bahwa jumlahpajakyangterhutangsamabesarnyadengan jumlahpajakyang sudahdibayar, dan/ataudipotong dan/ataudipungut;o. Pajak yang terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak,dalamTahunPajakataudalamBagianTahunPajakmenurutketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;p. SuratPaksaadalahsuratperintahmembayarpajakdantagihanyangberkaitan denganpajak,sesuaidenganUndang-undangNomor 19Tahun 1959tentang PenagihanPajakNegaradengan SuratPaksa(LembaranNegaraTahun 1959 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850);q. KreditPajakadalahjumlahpembayaranpajakyangdibayarolehWajibPajak sendiri, setelah ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan dikurangkan dari seluruh pajak yang terhutang termasuk apabila ada jumlah pajak atas penghasilan yang terhutangdi luar negeri;r. Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidakterikat oleh suatu hubungankerja;s. TindakanPemeriksaanadalahtindakanyangdilakukanoleh petugas perpajakan dalam rangkamelaksanakan pemeriksaanterhadapWajibPajak, untuk mencari bahan-bahanguna penghitunganjumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang harusdibayar. BAB IINOMOR POKOK WAJIB PAJAK,SURAT PEMBERITAHUAN, DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK Pasal 2SetiapWajibPajakwajibmendaftarkandirinyapadaDirektoratJenderalPajakdan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Pasal 3 (1) SetiapWajibPajakwajibmengisiSuratPemberitahuan,menandatangani,dan menyampaikannyakeDirektoratJenderalPajakdalamwilayahWajibPajak bertempattinggal atau berkedudukan. (2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditentukan oleh Direktorat JenderalPajak. (3) Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, selambat-lambatnya dua puluhharisetelah akhir Masa Pajak;b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan, selambat-lambatnya tigabulan setelah akhir Tahun Pajak. (4) DirekturJenderalPajak ataspermohonanWajibPajak dapatmemperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) hurufb. (5) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diajukan secara tertulis, disertai surat pernyataan mengenai penghitungansementara pajak yang terhutang dalam satuTahunPajakdanbuktipelunasankekuranganpembayaranpajakyang terhutang. (6) Surat Pemberitahuansebagaimanadimaksuddalamayat(1)harus dilengkapi dengan lampiran-lampiran yang diperlukan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan. Pasal 4 (1) Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,jelas,dan menandatanganinya. (2) Dalam hal Wajib Pajakadalah Badan, Surat Pemberitahuan harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi. (3) DalamhalSuratPemberitahuandiisidanditandatanganiolehoranglainbukan Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasakhusus. (4) Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugilaba serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kenapajak. Pasal 5UntukmenyampaikanSuratPemberitahuan,DirekturJenderalPajakdalamhal-hal tertentu dapat menentukan tempat lain bukan tempat sebagaimana dimaksuddalam Pasal 3 ayat (1). Pasal 6 (1) Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu,sedangkanuntukSuratPemberitahuanTahunanharusdiberikan jugabukti penerimaan. (2) PengirimanSuratPemberitahuanmelaluiKantorPosdanGiroharusdilakukan secara tercatat, dantanda bukti serta tanggalpengiriman (dianggap sebagaitanda buktidan tanggal penerimaan. Pasal 7ApabilaSurat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan bataswaktusebagaimanadimaksuddalamPasal3ayat(3),dikenakansanksiberupa denda administrasisebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Pasal 8 (1) Wajib Pajak dapat membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukantindakan pemeriksaan. (2) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan yang mengakibatkanhutangpajakmenjadilebihbesar,makakepadanyadikenakan sanksi berupa bungasebesar 2%(dua per-sen)sebulanatas jumlah pajak yang kurangdibayar,dihitung mulaisaat penyampaianSuratPemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan Surat Pemberitahuan itu. (3) Sekalipuntelah dilakukantindakan pemeriksaan, tetapisepanjang belumdilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajaktersebuttidakakandilakukanpenyidikan,apabilaWajibPajakdengan kemauansendirimengungkapkanketidakbenaranperbuatannyatersebutdengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terhutang beserta denda administrasi sebesar dua kalijumlah pajak yang kurang dibayar. Pasal 9 (1) MenteriKeuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terhutanguntuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak,selambat-lambatnyalimabelasharisetelahsaatterhutangnyapajakatau Masa Pajak berakhir. (2) Kekuranganpembayaran pajak yang terhutang berdasarkanSurat Pemberitahuan Tahunan harus dibayar lunas dalam jangka waktu tiga bulan setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan itu disampaikan. (3) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak, atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan harusdilunasidalam jangkawaktu satu bulan sejak tanggalditerbitkan. (4) Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau memberikan penundaan pembayaran pajak. Pasal 10 (1) Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terhutang di Kas Negara atau di tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. (2) Tata cara pembayaran, penyetoran pajak, danpelaporannya serta tata cara mengangsurdanmenundapembayaranpajakdiaturlebihlanjutolehMenteri Keuangan. Pasal 11 (1) Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksuddalamPasal17ayat(1)hurufadikembalikan,atauapabilaternyata WajibPajakmempunyaihutangpajaklainnya,langsungdapatdiperhitungkan untuk melunasidahulupajak yang terhutang. (2) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukandalamjangkawaktusatubulansetelahSuratKeputusanKelebihan PembayaranPajaksebagaimanadimaksuddalamPasal 17ayat(1)hurufa ditetapkan. (3) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah jangkawaktu satu bulan, Pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas kelambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak, dihitung dari saat berlakunya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan saat dilakukan pembayaran kelebihan. (4) Tata cara perhitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. BAB IIIPENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK Pasal 12 SetiapWajibPajakwajibmembayarpajakyangterhutangberdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak. Pasal 13 (1) Dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terhutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut :a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terhutang kurang atau tidak dibayar;b. apabila Surat Pemberitahuan tidak (disampaikan dalam jangka waktu sebagaimanadimaksuddalamPasal3ayat(3)dansetelahditegursecara tertulistidakdisampaikanpadawaktunyasebagaimanaditentukandalam Surat Teguran; c. apabilaberdasarkanhasilpemeriksaanmengenaiPajakPertambahan Nilai BarangdanJasadanPajakPenjualanatasBarangMewahternyatatidak seharusnya dikompensasikan selisihlebihpajak, tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nolpersen), atau tidak seharusnya diberikan pengembalian pajak;d. apabilakewajibantidak dipenuhisebagaimana dimaksuddalam Pasal 26 danPasal 29, sehinggatidak dapat diketahuibesarnya pajak yang terhutang. (2) Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditambah dengan sanksi administrasi berlipat bungasebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung mulai saat terhutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, BagianTahunPajakatauTahunPajaksampaidenganditerbitkannyaSurat Ketetapan Pajak. (3) Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hurufb, huruf c, dan hurufdditambah dengan sanksiadministrasi berupa kenaikan sebesar :a. 50%(limapuluhpersen)dariPajakPenghasilanyangkurangatautidak dibayar dalam satu Tahun Pajak;b. 100% (seratuspersen) dariPajakPenghasilanyangtidakataukurang dipotong,tidakataukurangdipungut,tidakataukurangdisetorkan,dan dipotong atau dipungut tetapitidak atau kurangdisetorkan; c. 100%(seratuspersen)dariPajakPertambahanNilaiBarangdanJasadan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.(4) JumlahPajak Penghasilan yang dipotong dandipungut oleh pihak ketigauntuk satu Tahun Pajak, jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri, pajak yang ditagih dalam Surat Tagihan Pajak untuk Tahun Pajak tersebut, sera pajak atas penghasilan yang dibayar atau terhutangdi luar negeriuntuk Tahun Pajak yang bersangkutan, dikreditkan dari jumlah Pajak Penghasilan yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak. (5) Sanksiadministrasi berupa bunga,denda administrasi, dan kenaikan, tidak dapat dikreditkandarijumlahpajak yang terhutang. (6) Besarnya pajak yang terhutang dalam suatu Tahun Pajak yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, menjadi pasti menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak. (7) Apabilajangkawaktulimatahunsebagaimanadimaksuddalamayat(1)telah lewat,SuratKeputusanPajaktetapdapatditerbitkandalamhakWajibPajak setelah jangkawaktulima tahuntersebut dipidana, karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakanyangdilakukanmengenai pajak yang penagihannyatelah lewatwaktu, berdasarkan putusanPengadilan yangtelahmemperoleh kekuatan hukumitu. Pasal 14 (1) Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila :a. pajak dalamtahun berjalan tidak atau kurangdibayar;b. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda administrasi dan/atau bunga;c. darihasil penelitianSurat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagaiakibat salah tulis dan/atau salah hitung. (2) Surat Tagihan Pajaksebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak. Pasal 15 (1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Tambahan dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat pajak terhutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila diketemukan data baru dan/atau data yang semulabelum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlahpajak yang terhutang. (2) Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak Tambahan, ditambahdengansanksiadministrasiberupakenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlahkekurangan pajak tersebut. (3) Kenaikansebagaimanadimaksuddalamayat(2)tidakdikenakan,apabilaSurat KetetapanPajakTambahanituditerbitkanberdasarkanketerangantertulisoleh Wajib Pajak atas kehendak sendiri, sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukantindakan pemeriksaan.(4) Apabilajangkawaktulimatahunsebagaimanadimaksuddalamayat(1)telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Tambahan tetap dapat diterbitkan dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu lima tahun tersebut dipidana, karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan mengenai pajak yang penagihannya telah lewatwaktu,berdasarkanputusanpengadilanyangtelahmemperoleh kekuatanhukum tetap. Pasal 16 Kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakanyangterdapat dalam suratketetapanpajak,dapat dibetulkan oleh Direktur JenderalPajak karena jabatan atas permohonan Wajib Pajak. Pasal 17 (1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atau pemeriksaan, menerbitkan :a.Surat … a. Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak dalam jangkawaktu paling lama duabelas bulansejak diterima surat permohonan, apabilajumlahpajak yang dibayar atau jumlah Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut ternyata lebih besar darijumlahpajak yang terhutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang;b. SuratPemberitaan,apabilajumlah pajak yang dibayar atau jumlah Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut sama dengan jumlah pajak yang terhutang. (2) Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a DirekturJenderalPajak tidak memberisuatu keputusan, permohonan kelebihan pembayaran pajak tersebut dianggap dikabulkan. BAB IVPENAGIHAN PAJAK Pasal 18 SuratTagihanPajak, SuratKetetapanPajak,dan SuratKetetapanPajakTambahan merupakan dasar penagihan pajak. Tata cara pelaksanaan penagihan pajak diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pasal 19 (1) Apabila atas pajak yang terhutang, pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar ataukurangdibayar,makaatasjumlahpajakyangtidakdibayarataukurang dibayar itu, dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran dan bagian dari bulandihitung penuh satu bulan.(2) DalamhalWajibPajakdiperbolehkanmengangsur,ataumenundapembayaran pajak, juga dikenakan bunga sebesar 2%, (dua persen) sebulan. (3) Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal, 3 ayat (5) kurang darijumlah pajak yang sebenarnya terhutang, maka atas kekurangan pembayaran pajak tersebut,dikenakan bungasebesar2%(dua persen)sebulanyangdihitungdarisaatberakhirnyakewajibanmenyampaikan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) hurufb sampai dengan hari dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut.. Pasal 20 Menyimpang dari ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, jumlah pajak yang terhutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak, atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan ditagih seketika, dalam hal: a. WajibPajak atau wakilnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya ataupun berniat untuk itu;b. WajibPajakatauwakilnyasebagaimanadimaksuddalamPasal32ayat(2) menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaannya atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia ataupun memindah tangankan barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dimilikinya atau dikuasainya; c. Pembubaran Badan atau niat untuk membubarkannya, pernyataan pailit, begitu pula dalam halterjadi penyitaan atas barang bergerak atau barang tidak bergerak milik Wajib Pajak atau wakilnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2). Pasal 21 (1) Negara mempunyai hak mendahului untuk tagihan pajak atas barang-barang Wajib Pajak begitu pula atas barang-barang milik wakilnya, serta orang atau Badan yang menurutPasal32ayat(2)danketentuanundang-undangperpajakanlainnya, bertanggung jawab secara pribadi dan/ atau secara renteng. (2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi pokokpajak, bunga,denda administrasi, kenaikan, dan biaya penagihan.(3) Hakmendahuluuntuktagihanpajakmelebihisegalahakmendahululainnya, kecuali terhadap hak mendahulu daripihak- pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 angka 1 dan angka 4, Pasal 1149 angka 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dalamPasal 80 dan Pasal 81 Kitab Undang-undang Hukum Dagang. (4) Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu duatahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak, atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan, kecuali apabila dalam jangka waktu Surat Paksa untuk membayar itu diberitahukan secara resmi, atau diberikan penundaan pembayaran. (5) Dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi, jangka waktu dua tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dihitung sejak tanggal pemberitahuanSuratPaksa,ataudalamhaldiberikanpenundaanpembayaran jangkawaktu duatahuntersebut ditambahdenganjangkawaktupenundaan pembayaran. Pasal 22 Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga denda administrasi, kenaikan dan biaya penagihan gugur setelah lampau waktulima tahunterhitung sejak saat terhutangnya pajakatauberakhirnyaMasaPajak,BagianTahunPajak,atauTahunPajakyang bersangkutan, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (7) dan Pasal 15 ayat (4). Pasal 23 Jumlahpajak yang terhutangberdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak, dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan yang tidak dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. Pasal 24Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur oleh Menteri Keuangan. BAB VKEBERATAN DAN BANDING Pasal 25 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur JenderalPajak atas suatu :a. Surat Pemberitaan;b. Surat Ketetapan Pajak,c. Surat Ketetapan Pajak Tambahan;d. Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran;e. Pemotonganataupemungutanolehpihakketigaberdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.(2) KeberatandiajukansecaratertulisdalambahasaIndonesiadenganmenyatakan alasan-alasan secara jelas. (3) Keberatanharusdiajukan,dalamjangkawaktutigabulansejaktanggalsurat, tanggalpemotonganataupemungutansebagaimanadimaksuddalamayat(1), kecualiapabilaWajibPajakdapat menunjukkan bahwa jangka waktuitu tidak dapat dipenuhikarena keadaan di luarkekuasaannya. (4) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjaditanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagikepentingan Wajib Pajak. (5) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur JenderalPajakwajibmemberikan secara tertulishal-halyangmenjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutanpajak. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 26 (1) DirekturJenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Sebelumsuratkeputusanditerbitkan,WajibPajakdapatmenyampaikanalasan tambahan atau penjelasan tertulis. (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atausebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terhutang.(4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak yang ditentukan dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf d, Wajib Pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. (5) Apabilajangkawaktusebagaimanadimaksuddalamayat(1)telahlewatdan DirekturJenderalPajaktidakmemberisuatukeputusanmakakeberatanyang diajukan tersebut dianggap diterima. Pasal 27 (1) WajibPajakdapatmengajukan banding kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatannya dalamjangkawaktutigabulan sejaktanggalkeputusanditetapkan,dengan dilampiri salinan Surat Keputusan tersebut. (2) Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia. (3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak. BAB VIPEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 28 (1) OrangatauBadanyangmelakukankegiatanusahaatau pekerjaanbebas di Indonesiaharusmengadakanpembukuan yangdapatmenyajikanketerangan- keteranganyangcukupuntukmenghitungPenghasilanKenaPajakatauharga perolahandanpenyerahanbarangataujasagunapenghitunganjumlahpajak terhitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.(2) Bagi Wajib Pajak yangmenurutketentuanperaturanperundang-undangan perpajakandibebaskan dari kewajiban untuk mengadakan pembukuan sebagaimana dimaksuddalam ayat (1), sekurang- kurangnya harus menyelenggarakan pencatatan untuk dijadikandasar pengenaan pajak yang terhutang. (3) Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikadbaik dan mencerminkankeadaan atau kegiatanusaha yang sebenarnya.(4) Pembukuansebagaimanadimaksuddalamayat(1)sekurang--kurangnyaterdiri dari catatan yang dikerjakan secara teratur tentang keadaan kas dan bank, daftar hutang-piutang dari daftar persediaan barang, dan pada setiap Tahun Pajak berakhir Wajib Pajak harus menutup pembukuannya dengan membuat neraca dan perhitungan rugi laba berdasarkan prinsip pembukuan yang taat asas (konsisten) dengan tahunsebelumnya. (5) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakanhuruf Latin,angkaArab,satuanmatauangrupiah,dandisusun dalambahasaIndonesiaataudalambahasaasingyangdiizinkanolehMenteri Keuangan. (6) Pembukuanatau pencatatan dan dokumen yang menjadi dasarnya serta dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak harusdisimpan selama sepuluhtahun. Pasal 29 (1) DirekturJenderalPajakberwenangmelakukanpemeriksaanuntukmenetapkan besarnyajumlahpajakyangterhutang danuntuktujuanlaindalamrangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (2) Untukkeperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harusdilengkapi denganSurat PerintahPemeriksaandanharusmemperlihatkannyakepadaWajibPajakyang diperiksa. (3) Wajib Pajak yang diperiksaharus :a. memperlihatkandanmeminjamkanpembukuanataupencatatan,dokumen yang menjadidasarnya, dandokumen lain yang berhubungandengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak;b. memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perludan memberibantuan guna kelancaran pemeriksaan;c. memberikan keterangan yang diperlukan. (4) Apabila dalam pengungkapan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yangdiminta, Wajib Pajak yang terikatolehsuatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajibanuntuk merahasiakan ituditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku. Pasal 30 Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) hurufb. Pasal 31 Tata cara pemeriksaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIIKETENTUAN KHUSUS Pasal 32(1) Dalammenjalankanhak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili,dalam hala. Badan oleh pengurus;b. Badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau Badan yang dibebani dengan pemberesan;c. suatu warisan yang belumterbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus hartapeninggalannya;d. anak yang belum dewasaatauorang yang beradadalam pengampunan oleh wali atau pengampunya. (2) Wakilsebagaimanadimaksuddalamayat(1)bertanggung jawabsecarapribadi dan/atausecararentengataspembayaranpajak yangterhutang,kecualiapabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak, bahwa mereka dalam kedudukannyabenar-benartidakmungkinuntukdibebanitanggung jawabatas pajak yang terhutang tersebut. (3) Orang atau Badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pasal 33 Pembeliataupenerimajasa sebagaimanadimaksuddalamUndang-UndangPajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran pajak. Pasal 34 (1) Setiappejabat dilarang memberitahukan kepadapihak lain yang tidak berhak segala sesuatuyangdiketahuiataudiberitahukankepadanyaolehWajibPajakdalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (2) Larangansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajakuntukmembantu dalampelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.(3) Menteri Keuanganberwenangmemerintahkan secaratertuliskepadapejabat sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) danahli- ahli sebagaimana dimaksuddalam ayat (2), supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari Wajib Pajak kepada Pejabat Pemeriksa untuk keperluan pemeriksaan Keuangan Negara. Surat Perintah tersebut di atas menyebutkan nama Wajib Pajak yang dikehendaki keterangannya dan nama pemeriksa. (4) Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana, atas permintaanHakim sebagaimanadimaksuddalamPasal 180Undang-undang Nomor8Tahun1981tentangHukumAcaraPidana,MenteriKeuangandapat memberiizintertulis untuk memintakepada pejabat pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. (5) PermintaanHakimsebagaimanadimaksuddalamayat(4),harusmenyebutkan nama tersangka, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara perkara pidana yang bersangkutandengan keterangan yang diminta tersebut Pasal 35(1) Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan diperlukanketeranganataubuktidaripihakketigayangmempunyaihubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa, atas permintaan Direktur Jenderal Pajak pihak ketiga tersebut harus memberikan keterangan atau bukti yang diminta. (2) Dalam hal pihak ketiga yang bersangkutan tersebut terikatoleh kewajiban untuk merahasiakan, kewajibanuntuk merahasiakan ituditiadakan oleh permintaan untuk keperluanpemeriksaansesuaidenganketentuanperaturanperundang-undangan yang berlaku. Pasal 36 (1) Direktur JenderalPajak dapat :a. mengurangkan atau menghapuskansanksi administrasi berupa bunga,denda, dan kenaikan yang terhutang menurut ketentuanperaturanperundang- undangan perpajakandalam halsanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;b. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidakbenar.(2) Tata cara pengurangan, penghapusan, atau pembatalan hutangpajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur oleh Menteri Keuangan. Pasal 37 Perubahan besarnya sanksi administrasi berupa bunga, denda administrasi, dan kenaikan diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIIIKETENTUAN PIDANA Pasal 38 Barang siapakarena kealpaannya :a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; ataub. menyampaikanSuratPemberitahuan,tetapiyangisinyatidakbenaratautidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidakbenar;sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanyasatutahundan/ataudendasetinggitingginyasebesarduakalijumlah pajak yang terhutang. - 19 - Pasal 39 (1) Barang siapa dengan sengaja :a. tidak mendaftarkandiri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; ataub. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;dan/atauc. menyampaikanSuratPemberitahuandan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; dan/ataud. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukanseolah-olah benar; dan/ataue. tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lainnya; dan/atauf. tidak menyetorkan pajak yangtelah dipotong atau dipungutsehingga dapat menimbulkankerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjaraselama- lamanyatigatahundan/ataudendasetinggi-tingginyasebesarempatkali jumlahpajak yang terhutang yang kurang atau yang tidak dibayar.(2) Ancamandanasebagaimanadimaksuddalamayat(1)dilipat-kanduaapabila seseorang melakukan lagitindak pidanadi bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan. Pasal 40 Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. Pasal 41(1) Pejabatyangkarenakealpaannyatidakmemenuhikewajibanmerahasiakanhal sebagaimanadimaksuddalamPasal34,di-pidana denganpidanakurungan selama-lamanyaenambulandan/ataudendasetinggi-tingginyaRp 1.000.000,- (satu juta rupiah).(2) Pejabat yangdengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal34dipidanadenganpidanapenjaraselama-lamanyasatutahundan/atau dendasetinggi-tingginya Rp 2.000.000,- (duajuta rupiah)(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat(2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. Pasal 42(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 41 ayat (1) adalah pelanggaran. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 41 ayat (2) adalah kejahatan. Pasal 43 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, berlakujuga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak. BAB IXPENYIDIKAN Pasal 44 (1) PejabatPegawaiNegeriSipiltertentudilingkunganDirektoratJenderalPajak diberiwewenangkhusussebagaiPenyidikuntukmelakukanpenyidikantindak pidanadibidangperpajakan, sebagaimanadimaksuddalamUndang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :a. melakukanpenelitian ataskebenaran laporanatauketeranganberkenaan dengantindak pidanadi bidang perpajakan;b. melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukantindak pidana di bidang perpajakan; c. memintaketerangandanbahanbuktidariorangatauBadansehubungan dengan peristiwatindak pidanadi bidang perpajakan,d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan , dandokumen-dokumen lain berkenan dengan tindak pidanadi bidang perpajakan;e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang didugaterdapat bahan bukti pembukuan,pencatatan, dan dokumen- dokumen lain sertamelakukan penyitaan terhadap bahan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidanadi bidang perpajakan;f. memintabantuanahlidalamrangkapelaksanaantugaspenyidikantindak pidanadi bidang perpajakan.(3) Penyidik sebagaimana dimaksuddalamayat(1)memberitahukandimulainya penyidikandan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 45 Terhadap pajak-pajak yang terhutang pada suatu saat, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang berakhir sebelum saat berlakunya undang-undang ini, tetap berlakuketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang lama, sampai dengan tanggal 31 Desember 1988. Pasal 46Dengan berlakunya undang-undang ini semua peraturan pelaksanaan dibidang perpajakan yang lama tetap berlakusepanjangtidak bertentangan dengan undang-undang ini. Pasal 47 Terhadap penghasilan kena pajak yang diterima atau diperoleh dalam bidang penambangan minyak dan gas bumi serta dalambidang penambangan lainnya sehubungan dengan Kontrak Karya dan Kontrak Bagi Hasil, yang masih berlaku pada saat berlakunya undang-undangini,dikenakan pajak berdasarkan ketentuan-ketentuan Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan Undang-undang Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti 1970 beserta semua peraturan pelaksanaannya. BAB XIKETENTUAN PENUTUP Pasal 48Hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 49Ketentuandalamundang-undanginiberlakupulabagiundang-undangperpajakan lainnya, kecuali apabiladitentukan lain. Pasal 50 Undang-undang ini mulai berlakupadatanggal 1 Januari 1984. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakartapada tanggal 31 Desember 1983, TTDSOEHARTO Diundangkan di Jakartapada tanggal 31 Desember 1983MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,TTDSUDHARMONO, S.H. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1983 NOMOR 49 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 6 TAHUN 1983TENTANGKETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN UMUM1. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan pajak yang berlaku selama ini, sebagian besar merupakan warisan kolonial, yang pada saat itudibuat semata-mata hanya untuk menghimpun dana bagi Pemerintah penjajahan dalam rangka mempertahankandan memperbesar kekuasaannya ditanah air kita.Oleh karenanya pemungutan pajak saat itu dirasakan oleh rakyatsebagai beban yangberat,sebabbaikpenetapanjumlahpajak,jenispajakmaupuntatacara pemungutannya dilaksanakan di luar rasa keadilan tanpa menghiraukan kemampuan serta menambah beban penderitaan danjauh dari pertimbangan dan penghargaan kepadahak asasi rakyat.Pajak hanyalah merupakan kewajiban semata-mata yang harusdilaksanakan rakyat secara patuh.Peraturan perundang-undangan perpajakan yang dibuat pada zaman pemerintahan penjajahan Belanda adalah antara lain: Aturan Bea Materai Tahun 1921, Ordonansi Pajak Perseroan Tahun 1925, Ordonansi Pajak Kekayaan Tahun 1932, Ordonansi Pajak Pendapatan Tahun 1944.Meskipun terhadap berbagai peraturan perundang-undangan perpajakansisa-sisa kolonialtersebuttelah beberapa kali dilakukan upaya perubahandan penyesuaian, namunkarenaberbeda falsafahyangmelatarbelakanginya,sertasistemyang melekatkepadaundang-undangtersebut,makasepanjangperpajakandilandasi ketentuan-ketentuan perundang-undangan tersebut, belumlah bisa memenuhi fungsinya sebagai sarana yang dapat menunjangcita-cita Bangsadan Pembangunan Nasional yang sedangdilaksanakan sekarang ini. 2.Memasukialamkemerdekaan,sejakproklamasi 17Agustus 1945, terhadap berbagaiperaturanperundang-undangandibidangperpajakantelahdilakukan perubahan, tambahandan penyesuaiansebagai upaya untuk menyesuaikanterhadap keadaan dan tuntutan rakyat dari suatu negara yang telah memperoleh kemerdekaannya.Namun perubahan-perubahan tersebut dimasa lalu lebih bersifat parsial, sedangkan perubahan yang agak mendasar baru dilakukan melalui Undang- undang Nomor 8 Tahun1967 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan, PajakKekayaandanPajakPerseroan,yangkemudianpelaksanaannya diatur denganPeraturanPemerintah Nomor11Tahun1967yangselanjutnyaterkenal dengan"sistemMPSdanMPO". Sistemtersebutmerupakanpenyempurnaan sistempajak sesuaidengan tingkat perkembangan sosialekonomi Indonesia. Meskipun demikian,upayayangtelahdilakukanuntukmengubahberbagai peraturanperundang-undanganperpajakantersebut,belumlahmenjawabsecara fundamental tuntutan dan kebutuhan rakyat tentang perlunya seperangkat peraturan perundang-undangan perpajakan yang secara mendasar.Peraturan perundang-undangan yang dimaksud harus dilandasi falsafah Pancasila danUndang-UndangDasar 1945,yangdidalamnyatertuangketentuanyang menjunjungtinggihakwarganegaradanmenempatkankewajibanperpajakan sebagaikewajibankenegaraandanmerupakansaranaperansertarakyatdalam bidang kenegaraan.Petunjuk akan perlunya perubahan yang mendasar sebenarnya telah tertuang jelas sebagai amanat rakyat, seperti tersurat dan tersirat dalam Garis-garis Besar Haluan Negarayangantaralainberbunyi :"Sistemperpajakanterusdisempurnakan, pemungutan pajak diintensifkan dan aparat perpajakan harus makin mampu dan bersih".3. Oleh karena itu undang-undang ini sebagai suatu undang-undang dibidang perpajakanyangdilandasifalsafahPancasiladanUndang-UndangDasar1945, harus berbeda dengan undang- undang perpajakan yang dibuat dizaman kolonial. Perbedaantersebutakannyataterlihatdalamsistemdanmekanismesertacara pandangterhadap WajibPajak,yang tidakdianggapsebagai"obyek",tetapi merupakansubyekyangharusdibinadandiarahkanagarmaudanmampu memenuhikewajiban perpajakannya sebagai pelaksanaan kewajibankenegaraan.Di segi lain tuntutan masyarakat terhadap adanya"aparatur perpajakan yang makin mampu dan bersih", dituangkan dalam berbagai ketentuan yang bersifat pengawasan dalam undang-undang ini.Perbedaan falsafah dan landasan yang menjadi latar belakang dan dasar pembentukan undang-undang ini tercermin dalam ketentuan-ketentuan yang mengatursistemdanmekanismepemungutanpajak:Sistemdanmekanisme tersebutpadagilirannyaakanmenjadiciridancoraktersendiridalamsistem perpajakanIndonesia, karena kedudukan undang-undangini yangakan menjadi "ketentuan umum" bagi peraturan perundang-undangan perpajakan yang lain.Ciri dan corak tersendiridarisistem pemungutanpajak tersebut adalah :a. bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama- sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunannasional;b. tanggung jawabataskewajibanpelaksanaanpajak,sebagaipencerminan kewajibandibidangperpajakanberadapadaanggotamasyarakatWajib Pajak sendiri.Pemerintah,dalamhaliniaparatperpajakansesuaidenganfungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang digariskandalam peraturan perundang-undangan perpajakan;c. anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang terhutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakandiharapkandapatdilaksanakandenganlebihrapi,terkendali, sederhana dan mudahuntuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak. Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut, Wajib Pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnyaterhutang sesuai denganketentuan-peraturanperundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan penetapan besarnya pajak yang terhutang berada padaWajibPajak sendiri.SelaindaripadaituWajibPajakdiwajibkanpula melaporkansecarateratur jumlahpajak yangterhutangdanyangtelahdibayar sebagaimana ditentukandalam peraturan perundang-undangan perpajakan.Dengan sistem ini diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit- belitdanbirokratisakandihilangkan.Ciridancoraksistempemungutanpajak tersebut sangat berbeda dengan sistem lama warisan zaman kolonial yang antara lain :a. tanggungjawabpemungutanpajakterletak sepenuhnyapadapenguasa pemerintahansepertiyangtercermindalamsistem penetapanpajak yang keseluruhannya menjadi wewenang administrasi perpajakan;b. pelaksanaan kewajiban perpajakan, dalambanyakhal sangattergantung dari pelaksanaan administrasi perpajakan yang dilakukan oleh aparat perpajakan, hal mana mengakibatkan anggota masyarakat Wajib Pajak kurang mendapat pembinaan dan bimbingan terhadap kewajiban perpajakannya dan kurang ikut berperanserta dalam memikul beban negara dalam mempertahankan kelangsungan pembangunannasional.Jelaslah bahwasistem pemungutanpajak yang ditentukan menurut Undang-undang ini,memberikepercayaanlebihbesarkepadaanggotamasyarakatWajibPajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.Selain itu jaminan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak lebih diperhatikan, dengan demikian dapat merangsang peningkatan kesadaran dan tanggungjawab perpajakandi masyarakat.Tugasadministrasiperpajakantidaklagisepertiyangterjadipadawaktuyang lampau,dimanaadministrasiperpajakanmeletakkankegiatannyapadatugas merampungkan/menetapkan semua SuratPemberitahuan guna menentukan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang seharusnya dibayar, tetapi menurut ketentuan undang-undang ini administrasi perpajakan, berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, penelitian, pengawasan, dan penerapan sanksi administrasi. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara lainpemberianpenyuluhanpengetahuanperpajakanbaikmelaluimediamasa maupun penerangan langsung dalam masyarakat.4. Dengan landasan sebagaimana telah diuraikan dimuka, sebagai suatu uraian yang utuh dan menyeluruh, serta sesuaidengan amanat yang tersurat dantersiratdalam Garis-garis Besar Haluan Negara, maka diadakan pembaharuan sistem dan hukum perpajakan di Indonesia, yang dituangkan dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Perubahantersebutdiharapkandapatmenunjangsepenuhnyalaju pembangunan dan mempercepat terwujudnya perataan pendapatan masyarakat, peningkatan serta perluasan tingkat kesadaran kewajiban perpajakan, perataan dan perluasan obyek kenapajakdanpeningkatanpenerimaannegarasejalandenganperkembangan Pembangunan Nasionalsehingga mempercepat terwujudnya cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. PASAL DEMI PASAL Pasal 1Dalam pasal ini memuat perumusan mengenai pengertian istilah perpajakan yang dipergunakan dalam undang-undang ini.Denganadanyapengertiantentangistilah-istilahtersebutdapatdicegahadanya salahpengertian atausalahpenafsiran dalammelaksanakanpasal-pasalyang bersangkutan,sehinggadapatmencapaikelancarandankemudahanbaikbagi Wajib Pajak maupun bagi aparatur dalam melaksanakan kewajibannya dan pada akhirnya dicapai tertibnya administrasi perpajakan.Pengertian ini diperlukan, karena mengandung hal yang bersifat teknis dan baku, khususnya dalambidang perpajakan. Pasal 2Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem self assessment harus mendaftarkan dirinya pada Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).NomorPokokWajibPajaktersebutadalahsuatusaranadalamadministrasi perpajakan yangdipergunakansebagai tanda pengenaldiriatauidentitas Wajib Pajak.Dengan diperolehnya Nomor Pokok Wajib Pajak, berarti Wajib Pajak telah terdaftar di Direktorat JenderalPajak.Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut selain dipergunakan untuk mengetahui identitasWajibPajak yangsebenarnya, juga berguna untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajakdandalam pengawasanadministrasi perpajakan.Setiap Wajib Pajak dalam hal yang berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan mencantumkanNomorPokokWajibPajakyangdimilikinya.TerhadapWajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan dikenakansanksi pidana. Pasal 3Ayat (1)Fungsi Surat Pemberitahuan (untuk selanjutnya disebut SPT) adalah sebagai sarana Wajib Pajakuntukmelaporkan danmempertanggungjawabkan penghitunganjumlahpajak yang sebenarnya terhutang dan laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu TahunPajakatauBagianTahunPajakdanlaporanpembayarandari pemotong atau pemungut tentang pemotongan/pemungutanpajak orang atau badan lain dalam satu Masa Pajak yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan.SetiapWajibPajakwajibmengambil sendiri SPT yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, mengisi, menghitung dan memperhitungkan sendiripajak yang terhutanguntuk satu MasaPajakdalam SPT,danmenyampaikan SPTyangtelahdiisidan ditandatanganinyakeDirektoratJenderalPajakdalambataswaktuyang ditentukan. Yang dimaksud dengan mengisi SPT adalah, mengisi formulir SPTsecarabenar, jelas,lengkapsesuaidenganpetunjukyangdiberikan mengenai penghitunganjumlahpajak yang terhutangberdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengisian SPT yang tidakbenar yangberakibattimbulnyakerugianbaginegaraakandikenakan sanksi pidanaberdasarkanPasal38danPasal39dalamundang-undang ini. Demikian pula keterlambatan atau tidak menyampaikan SPT akan dikenakansanksi administrasi berupadenda. Ayat (2)Dalam rangka pelayanan dan kemudahan bagi Wajib Pajak formulir SPT disediakan pada Kantor-kantor dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pos danGiro,KantorPosPembantu,dantempat-tempatlainyangditentukanoleh Direktur JenderalPajak dan yang diperkirakan mudah terjangkau oleh Wajib Pajak. Ayat (3)AyatinimengaturtentangbataswaktupemasukanSPT.SPTdapatdibedakan menjadi dua, yaitu SPT Masa untuk melaporkan pembayaran masa yang dilakukan oleh Wajib Pajak, dan SPT Tahunan untuk memberitahukan besarnya pajak yang terhutang dari penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak dalam satu Tahun Pajak.Batas waktu tersebut dalam Pasal3 ayat(3) huruf a dan b adalah batas waktu terakhir. Batas waktu tersebut dianggap cukup memadai bagi Wajib Pajak untuk mempersiapkan segala sesuatuyangberhubungandenganpembayaranpajak maupun penyelesaian pembukuannya. Ayat (4)Apabila Wajib Pajak baik orang atau Badan ternyata tidak dapat menyelesaikan/menyiapkanlaporankeuangantahunanatauneracaperusahaan besertadaftar rugilabadalam jangka waktu tiga bulan benar-benar mengalami kesulitan, karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis pembuatanmemerlukankelonggarandaribataswaktuyangtelahditentukan,WajibPajak berhakuntukmengajukanpermohonanagarmemperolehperpanjanganwaktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Ayat (5)Untuk mencegah usaha penghindaran diri dan/atau perpanjangan waktu pembayaranpajakyangterhutangdalamsatuTahunPajakyangharusdibayar sebelum batas waktu pemasukan SPT Tahunan, perlu kiranya ditetapkan persyaratan khususdan menetapkansanksiadministrasi berupa pungutan bunga bagi Wajib Pajak yang ingin memperpanjang waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan.Persyaratankhusustersebutberupakeharusanmemberikanpernyataantertulis tentang besarnya pajak yang harus dibayar berdasarkan penghitungansementara dalam satu Tahun Pajak, sebagai lampiran Surat Permohonan penundaan kewajiban penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Ayat (6)KarenaSPTitumerupakanalatpenelitianataskebenaranpenghitunganpajak terhutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak, maka lampiran tersebut merupakan bagiandariSPTdanmerupakanpersyaratanmutlakyangharusdipenuhioleh Wajib Pajak. Pasal 4Ayat (1)Cukup jelas. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Cukup jelas. Ayat (4)Cukup jelas. Pasal 5Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1)Cukup jelas. Ayat (2)Cukup jelas. Pasal 7Untukkepentingantertibadministrasiperpajakandanuntukmenjagadisiplin Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang tidak mematuhi kewajiban formal menyampaikan SPT sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi berupadendaadministrasiyangditetapkansebesarRp 10.000,-(sepuluhribu rupiah). Pasal 8Ayat (1)Terhadap kekeliruan dalam pengisian SPT yang dibuat oleh Wajib Pajak, masih terbuka baginya hak untuk melakukan pembetulansendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mengetahui tentang adanya ketidakbenaran dalam SPT yang telah disampaikan atau belum menugaskan petugasnya untuk memulaitindakan pemeriksaan. Ayat (2)Dengan adanya pembetulan sendiri SPT tersebut membawa akibat penghitungan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah perhitungan pembayaran pajak menjadi berubah dari jumlah semula. Atas kekurangan pembayaranpajaksebagaiakibatpembetulantersebutdikenakansanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.Bunga yang terhutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dihitung mulaidariberakhirnya bataswaktupenyampaian SPTsampaidengan tanggalpembayarankarenaadanyapembetulanSPTtersebut.Apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak dalam melakukan pembetulan tersebut, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. Ayat (3)Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran sebagaimana di- maksud dalam Pasal38,sepanjangbelumdilakukantindakanpenyidikanolehpetugas perpajakan, sekalipuntelah dilakukan pemeriksaan terhadapnya dan Wajib Pajak telah mengungkapkan kesalahannya dansekaligus melunasi jumlah pajak yang sebenarnya terhutang besertadenda administrasisebesar dua kali darijumlahpajakyangkurang dibayar,makaterhadapnyatidak akan dilakukan penyidikan.Namun bilamana telah dilakukantindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut diberitahukan kepada Penuntut Umum, makakesempatanuntukmembetulkansendirisudahtertutupbagiWajib Pajak yang bersangkutan. Pasal 9Ayat (1)Batas waktu pembayaran masa ditentukan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktutidakbolehmelebihilima belashari setelah saat terhutangnyaatauberakhirnyaMasaPajak.Keterlambatandalampembayaranmasa tersebut berakibat dikenakannya sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan. Ayat (2)Sebagaimanadimaksuddalam Pasal3ayat(3)huruf b Wajib Pajak wajib menyampaikan SPT Tahunan dalam waktu tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.Jikapadawaktupengisian SPTtersebutternyatamasihterdapat kekurangan pembayaran pajak yang terhutang, maka kekurangan pembayaran pajak tersebut harus dibayar lunas sebelum SPT Tahunan itu disampaikan,misalnyaSPTharusdisampaikanpadatanggal31Maret, kekurangan pembayaran pajak yang terhutang atausetoran terakhir harus sudah dilunasi sebelum SPT disampaikan. Ayat (3)Cukup jelas. Ayat (4)DirekturJenderalPajakdapatmemperkenankanpenundaanpembayaran pajakyangterhutang,meskipuntanggaljatuhtempopembayarantelah ditentukan.Kelonggarantersebutdiberikandenganhati-hatidanterbatas kepada Wajib Pajakyangbenar-benar sedangmengalamikesulitan likwiditas. Dipersyaratkanuntuk mendapatkan kelonggaran tersebut, Wajib Pajakharusmengajukanpermohonantertulisdisertaialasan-alasanyang dapat dipertanggungjawabkandan meyakinkan. Pasal 10Ayat (1)Direktorat Jenderal Pajak tidak diperbolehkan menerima setoran pajak dari Wajib Pajak.Semua penyetoran pajak-pajak negara, harus disetorkan di Kas Negara atau tempat-tempat pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, seperti yang selama ini telah ditetapkan yakni di Kantor Pos dan Giro dan dibeberapa Bank Pemerintah. Dengan usaha memperluas tempat- tempat pembayaran pajak yang mudah dijangkau oleh Wajib Pajak, dimaksudkan untuk mempermudah Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya,sekaligusmenghindarkanadanyarasakeengganandalam melaksanakan pembayaran pajak. Ayat (2)Dengan adanya penentuan tata cara pembayaran pajak, penyetoran pajak dan pelaporannya yangakanditentukandengan Peraturan Menteri Keuangan, demikian juga mengenai tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak,diharapkan akandapat mempermudahpelaksanaan pembayaran pajak dan mempermudah penampungan administrasinya. Pasal 11Ayat (1)Jika setelah diadakan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang denganjumlahpajak yang telah dibayar menunjukkan jumlah selisihlebih (jumlahpajakyangtelah dibayarlebihbesar darijumlahpajakyang terhutang), Wajib Pajak berhak untuk meminta kembali kelebihan pembayaran pajak, dengan catatan Wajib Pajak tersebut tidak mempunyai hutangpajak lain.Dalam hal Wajib Pajak masih mempunyai hutang pajak lainnya yang belum dilunasi, kelebihan pembayaran tersebut harusdiperhitungkan lebih dahulu dengan hutangpajak tersebut dan bilamana masihterdapat sisalebih, baru dapat dikembalikankepadaWajibPajak.Untukmemperolehkembalikelebihanpembayaran tersebut,WajibPajakharusmengajukanpermohonantertentukepada Direktur JenderalPajak atau pejabat yang ditunjuknya. Ayat (2)Untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan menjamin ketertiban administrasi, batas waktu pengembalian oleh Direktur Jenderal Pajakditetapkandalam jangka waktuselama-lamanyasatubulansetelah SuratKeputusanKelebihanPembayaranPajakditetapkanolehDirektur JenderalPajak. Ayat (3)UntukterciptanyakeseimbanganhakdankewajibanbagiWajibPajak dengankecepatanpelayananolehDirektoratJenderalPajak,ayatini menentukan, bahwa atas setiapkelambatan dalam pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari jangka waktu tersebut pada ayat(2), kepada Wajib Pajak yang bersangkutan diberikan imbalan oleh Pemerintah berupa bunga sebesar 2%(dua persen) per bulan,dihitungsejaksaat berlakunya batas waktusatubulansampaisaatdilakukanpembayaran. Yangdimaksud dengan saat dilakukan pembayaran kelebihan pembayaran pajak adalah saat Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) diterbitkan. Ayat (4)Cukup jelas. Pasal 12Padaprinsipnyapajakterhutangpadasaattimbulnyaobyekpajakyangdapat dikenakan, pajak.Saat terhutangnya pajak tersebut adalah :a. Pada Suatu Saat,untukPajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga;b. Pada Akhir Masa, untuk Pajak Penghasilan karyawan yangdipotong olehpemberikerja, atau oleh pihak lain atas kegiatanusaha, atau oleh pengusaha ataspemungutanPajakPertambahanNilaiBarangdanJasadanPajak Penjualan atas Barang Mewah;c. Pada akhir Tahun Pajak,untukPajak Penghasilan.Jumlah pajak terhutang yang telah dipotong, dipungut, ataupun yang harus dibayarsendiriolehWajibPajaksetelahtibasaatataumasapelunasan pembayaran sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 dan Pasal10 ayat (2), oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke Kas Negara atau tempat lain yang telahditentukan.Berdasarkan undang-undang ini Direktorat Jenderal Pajak tidak lagi berkewajiban untuk menerbitkanSuratKetetapanPajakataskeseluruhan SPT Wajib Pajak. Penerbitan sesuatu Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas padaWajibPajaktertentuyangdisebabkanolehketidakbenarandalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak. Pasal 13Ayat (1)KetentuanayatinimemberiwewenangkepadaDirekturJenderalPajak untukdapatmenerbitkanSuratKetetapanPajak,yangpadahakekatnya hanya terhadap kasus-kasus tertentu seperti tersebut dalam ayat ini, atau tegasnyahanyaterhadapWajibPajaktertentuyangnyata-nyataatau berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan kewajiban material.Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan koreksi fiskal tersebut, dibatasi sampaidengan kurunwaktulima tahunsaja.Menurut ketentuan ayat (1) huruf a, Surat Ketetapan Pajakbaru diterbitkan bilamanaWajibPajaktidakmembayarpajak sebagaimanamestinya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. DiketahuinyabahwaWajibPajaktidakataukurangmembayarpajak, adalah karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan dari hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa Wajib Pajak kurangmembayardari jumlahyangseharusnyaterhutang.Pemeriksaan dapatdilakukanditempatWajibPajakdengansifatpemeriksaanbuku lengkap atau melalui penelitian administrasi perpajakan.Surat Ketetapan Pajak dapat juga ditebitkan dalam hal Direktur Jenderal Pajak memiliki data lain di luar data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sendiri,daridatamanadapatdipastikan(bukandugaan),bahwaWajib Pajak tidak memenuhikewajiban pajaknya sebagaimana mestinya.Untukmemastikankebenaran data itu,terhadapWajibPajakdapat dilakukan pemeriksaan.SPT yang tidak disampaikan padawaktunya, walaupuntelah ditegor secara tertulis dan tidak juga disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalamSurat Tegoran itu, menurut ketentuan ayat (1) huruf b membawa akibat, bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajaksecarajabatan.Terhadapketetapansepertiinidikenakansanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana diatur dalam ayat (3)Tegoranituantaralaindimaksudkanpulauntukmemberikesempatan kepada Wajib Pajak yang beritikadbaik, untuk menyampaikanalasan atau sebab-sebabtidakdapatnyaSPTdisampaikanapabilakarenaterjadinya sesuatu haldi luarkemampuan (force mayeur).Dalam hal SPT disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Tegoran dan pajak yang terhutang dilunasi sebagaimana mestinya, Surat Ketetapan Pajak tidak akan diterbitkan dengan anggapan bahwa SPT tersebuttelahdiisidenganbenarsesuaidenganketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan.BagiWajibPajakyangdengansengajamelakukanpelanggarandalam kewajiban perpajakan di bidang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, berupa pelaksanaan kompensasi selisihlebihpembayaranpajak,tarifO%(nolpersen)yangsemestinya bukan O% (nolpersen), pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak perlu terjadi seperti tersebut dalam ayat (1) huruf c, dikenakan sanksi administrasi dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak ditambah kenaikan sebesar lOO% (seratus persen).BagiWajibPajakyang tidakmenyelenggarakanpembukuanmenurut ketentuanPasal28Undang-undanginiataupadasaatdiperiksatidak memenuhipermintaanmenurutPasal29ayat(2),sehinggaDirektur Jenderal Pajak tidak dapat mengetahui keadaan usaha Wajib Pajak yang sebenarnya dan berakibat tidak dapat dihitung jumlah pajak yang seharusnya terhutang, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkanSurat Ketetapan Pajak dengan penghitungan secara jabatan, yaitupenghitunganpajakyangdidasarkanpadadatayangtidakhanya diperolehWajibPajaksaja.Sebagaikonsekwensinyabebanpembuktian atas uraian perhitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan oleh Direktur JenderalPajak, diletakkan pada WajibPajak. Sebagai contoh diberikan antara lain :1) pembukuan sebagaimanadimaksuddalamPasal28ayat(4)tidak lengkap,sehingga penghitungan rugilaba atau peredaran tidakjelas;2) dokumen-dokumenpembukuantidaklengkapsehinggaangka-angka dalam pembukuantidak dapat diuji;3) darirangkaian penelitiandan fakta-fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannyadokumenataubarangbuktilaindisuatutempat tertentu,sehingga darisikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkanitikadbaiknyauntukmembantukelancaranjalannya pemeriksaan.Ayat ini mengatur sanksi administrasi perpajakan yang dikenakan kepada Wajib Pajak, karena melanggar kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.Sanksi administrasi perpajakan dalam ayatiniberupasanksibungayangdituangkandalamSuratKetetapan Pajak.Contoh :SeorangWajibPajakPenghasilanyangmempunyaitahunbuku sama dengan tahun takwim memasukkan SPT Tahunan untuk tahun 1984 tepat padawaktunya yang disertaidengan setoran akhir. Pada bulan April 1987 dikeluarkanSurat Ketetapan Pajak yang menunjukkan kekurangan pajak yang terhutangsebesar Rp 1.000.000,-(satu juta rupiah).Berdasarkan ketentuan ayat ini maka atas kekurangan tersebut dikenakan bunga 2%(dua persen) sebulan. Walaupun Surat Ketetapan Pajak tersebut diterbitkanlebihdariduatahunsejakberakhirnyaTahunPajak,bunga dikenakan atas kekurangan tersebut hanya untuk masa dua tahun dengan perhitungansebagai berikut :- Kekurangan pajak yang terhutang ... = Rp. 1.000.000,-- Bunga 2 tahun = 2% x 2 x 12 xRp. 1.000.000,-= Rp.480.000,-Masih harus dibayar= Rp. 1.480.000,-SeandainyaSuratKetetapanPajaktersebutditerbitkanbulanMei1986 maka perhitungannya adalahsebagai berikut:- Kekurangan pajak yang terhutang = Rp. 1.000.000,-- Bunga 17 bulan = 2% x 17 xRp. 1.000.000,- = Rp.340.000,-Masih harus dibayar= Rp. 1.340.000,- Ayat (3)Ayat ini mengatur sanksi administrasi dari suatu Ketetapan Pajak, karena melanggar kewajiban perpajakan,sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hurufb,hurufc, danhurufd. Sanksi administrasidemikianberupa "kenaikan", yaitu suatu jumlah proporsional yang harusditambahkan pada jumlahpajak yang harusditagih.Besarnya sanksiadministrasi berupa kenaikan berbeda-beda menurut jenis pajaknya yaitu untuk jenis Pajak Penghasilan yangdibayarsendirioleh Wajib Pajak sanksi kenaikan sebesar 50%(lima puluh persen), untuk jenis Pajak Penghasilan yang dipotong oleh orang/badan lainsanksi kenaikan sebesar 100% (seratus persen), sedangkan untuk jenis Pajak Pertambahan NilaiBarangdanJasadanPajakPenjualanatasBarangMewahsanksi kenaikan sebesar 100%(seratus persen). Ayat (4)Yang dimaksud denganpajak yang "dikreditkan" ialahjumlah pengurangan pajak yang terdiri dari:1. pajak yang dipotong oleh pihak ketiga;2. pajak yang dipungut oleh pihak ketiga;3. pajak yang dibayar sendiri;4. pajak yang ditagih dalam Surat Tagihan Pajak (STP);5. pajak yang terhutangdi luar negeri.Jumlah pengurangan tersebut dikurangkandaripajak yang terhutang. Contoh :Surat Ketetapan Pajak Penghasilan (SKP PPh).1. Pajak yang terhutang : Rp. 1000.000,-2. Pengurangan-pengurangan :a. Pajak yang dipotongoleh pemberikerja Rp.150.000,-b. Pajak yang dibayar sendiri (setoranmasa) Rp.400.000,-c. Pajak yang ditagih dalam STP (tidaktermasuk bunga dandenda) Rp. 75.000,-d. Pajak yang ditagihdi luar negeri Rp.100.000,-Jumlahpajak yang dikreditkan Rp.725.000,- Jumlahpajak yang dikreditkan Rp. 725.000,- Ayat (5)Sanksi administrasi berupa bunga, denda administrasi, dan kenaikan, tidak dapatdiperhitungkanataudikreditkanterhadap jumlahpajakterhutang. Dengan demikian, 1 dalam hal akan dilakukan perhitungan atau pengembaliankelebihanpembayaranpajak,jumlahsanksiadministrasi perpajakan yang telahdibayar harus dikeluarkan lebih dahuludarijumlah kelebihan pembayaran yang akan diterima oleh Wajib Pajak. Ayat (6)Untuk memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi para Wajib Pajak, berkenaandenganpelaksanaanpemungutanpajakdengansistem"self assessment", maka apabiladalamwaktu lima tahunsejak saat terhutangnya pajak,berakhirnyaMasaPajak,BagianTahunPajakatauberakhirnya TahunPajak,DirektoratJenderalPajaktidakjugamenerbitkan Surat KetetapanPajak,makajumlahpembayaran pajakyang diberitahukan dalam SPT Masa atau SPT Tahunan pada hakekatnya telah menjadi tetap dengan sendirinya atau telah menjadipasti karena hukummenurut ketentuanperaturanperundang-undanganperpajakan.Dengandemikian, SPT Wajib Pajak yang bersangkutan telah merupakan ketetapan yang tetap dantidak akan diubah (rampung). Ayat (7)DalamhalWajibPajak,dipidanakarenamelakukantindakpidanadi bidang perpajakan mengenaipajak yang penagihannya telah lewatwaktu, berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap Surat Ketetapan Pajak masihdibenarkan untuk diterbitkan, meskipun jangkawaktulimatahunsebagaimanaditentukandalamayat(1)telah dilampaui.DenganadanyaputusanPengadilanyangtelahmemperoleh kekuatanhukum tetap tersebut, terungkapadanya data fiskal yang selama itusengajatidak dilaporkan oleh Wajib Pajak. Pasal 14Ayat (1)Cukup jelas. Ayat (2)Surat Tagihan Pajak menurut ayat ini dipersamakan kekuatan hukumnya denganSuratKetetapanPajak,sehinggadalamhalpenagihannyadapat juga dilakukan dengan Surat Paksa. Pasal 15Ayat (1)Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu Surat Ketetapan Pajak yang ternyata telah ditetapkan lebih rendah, atau telah dilakukan pengembalianpajakyangtidakseharusnya,ataupadawaktudilakukan penetapandalambentukKeputusanKelebihanPembayaranPajak,atau penerbitan SuratPemberitaan,undang-undanginimasihmemberikan wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan Ketetapan Pajak Tambahan dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terhutang pajak, berakhirnya Masa Pajak, BagianTahun PajakatauTahun Pajak. Surat Ketetapan Pajak Tambahan merupakan koreksi atas Surat Ketetapan Pajak sebelumnya.SuratKetetapanPajakTambahanbaruditerbitkanapabilasebelumnya telah pernah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak.Dengan perkataan lain Surat KetetapanPajakTambahantidakakanmungkinditerbitkansebelum didahului dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak.Ayat ini tidak hanya mensyaratkan harus adanya data baru (novum) dalam penerbitan Surat Ketetapan Pajak Tambahan.Dalam halmasihditemukanlagidatayangbelumterungkap padasaat diterbitkannyaSuratKetetapanPajakTambahan,ataubarudiketahui, kemudian oleh Direktur Jenderal Pajak Surat Ketetapan Pajak Tambahan masih dapat diterbitkan lagi. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Cukup jelas. Ayat (4)Dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukantindak pidana di bidang perpajakan mengenai pajak yang penagihannya telah lewat waktu berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Surat Ketetapan Pajak Tambahan masih dibenarkan untuk diterbitkan,meskipun jangkawaktulimatahunsebagaimanaditentukan dalam Pasal 15 ayat(1)telah dilampaui. Dengan adanya putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatanhukum tetap tersebut, terungkap adanya data fiskal yang selama itusengajatidak dilaporkan Wajib Pajak. Pasal 16Apabila terjadi kesalahan tulis, kesalahan hitung atau kekeliruan dalam surat ketetapan pajak seperti salah ketik, salah dalam jumlah, salah penerapan tarif, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan atau atas permintaan Wajib Pajak, dapat membetulkanSuratKetetapanPajak/SuratKetetapanPajakTambahan yang salah atau keliru tersebut.Pengertian membetulkan dalam ayat ini bisa berarti menambah, atau mengurangkanataumenghapuskan,tergantungpadasifatkesalahanatau kekeliruannya, Pasal 17Ayat (1) huruf a.Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) dapat diterbitkan, setelah oleh Direktur Jenderal Pajak diadakan penelitian atau pemeriksaan denganmaksuduntukmemastikandanmemberikankeyakinan,bahwa memangbenar-benarterdapatkelebihanpembayaranatasjumlahpajak yang terhutang.Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak tersebut harus diterbitkan dalam jangkawaktu paling lama duabelas bulan setelah surat permohonan diterima. Dengan batas waktu tersebut, selain memperhatikan kepentingan kepastian hukum bagi Wajib Pajak,juga dimaksudkan pula untuk kepentingantertib administrasi perpajakan. Ayat (1) hurufb.Surat Pemberitaan dapat diterbitkan setelah oleh Direktur Jenderal Pajak diadakan penelitian atau pemeriksaan dengan maksud untuk memastikan dan memberikan keyakinanbahwa memang benar-benarjumlahpajak yang dibayarolehWajibPajakdanyangtelahdipotong/dipungutolehpihak ketiga sama besarnya denganjumlahpajak yang terhutang. Ayat (2)Cukup jelas. Pasal 18Ayat (1)Pada dasarnya besarnya hutang pajak dihitung sendiri oleh Wajib Pajak. Baru apabila kemudian ternyata terdapat kekeliruan atau kesalahan Wajib Pajakdalam melakukan penghitungan pajak yangterhutangatauWajib Pajak melanggarketentuan yang diaturdalam undang-undang perpajakan, DirekturJenderalPajakdapatmenerbitkanSuratTagihanPajak,Surat Ketetapan Pajak atauSurat Ketetapan Pajak Tambahan. Ketiga surat ini merupakan sarana administrasi bagi Direktur Jenderal Pajak untuk melakukanpenagihanpajak.Dalamhaltagihanpajaktersebuttidak dibayarpadatanggaljatuhtempoyangtelahditetapkan,penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa. Ayat (2)Untuk tertibnya dan keseragaman tindakandalam melaksanakan penagihan pajak, Menteri Keuangan akan mengatur tata caranyatermasukaspek administrasibaik mengenaitindakan penagihan itusendiri maupun aspek pelaksanaan pembayaran atas tagihan pajak. Pasal 19Ayat (1)Ayat ini mengatur pengenaan bungaatas pajak yang tidak dibayaratau kurangdibayar pada saat jatuh tempo pembayaran atau terlambat dibayar. Untuk jelasnya cara penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut :1. Atas jumlahpajakyangkurang dibayar. Surat KetetapanPajak Penghasilan (SKP PPh) Pajak terhutang atau ditagih (dianggap tidak ada jumlah pajak yang dikreditkan): Rp.100.000,-SKPditerbitkan tanggal 10 Oktober 1985.Harus dilunasi paling lambat tanggal10 Nopember1985, tetapi baru dibayar SejumlahRp.60.000,- pada tanggal 1 Nopember 1985.Sampai pada tanggal batas waktu pembayaran (1O Nopember1985) terakhir sisa tagihantidak dibayar lagi oleh Wajib Pajak. :Pajak oleh BungaDihitung satu bulan =1 x 2% x Rp. 40.000,- = Rp. 800,- Bunga tersebut ditagih dengan STP.2. Atas jumlahpajak yang terlambat dibayar. Dasarnya sama dengan contoh nomor 1.Dibayar penuhtetapi terlambat, misalnya dibayar tanggal 20 Nopember1985. Tanggal 24 Nopember 1985 diterbitkan STP.Bunga terhutang dalam Surat Tagihan Pajak dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp. 100.000,- = Rp. 2.000,- 3. Atas jumlahpajak yang kurang danterlambat dibayar. Dasarnya sama dengan contoh nomor 1.Dibayar sejumlahRp. 60.000,-pada tanggal 20 Nopember 1985. Tanggal 24 Nopember 1985 diterbitkan STP.Bungaterhutang dihitung satu bulan =1 x 2% x Rp. 100.000,- = Rp. 2.000,- Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Cukup jelas. Pasal 20Dalam hal terjadi suatu peristiwa atau keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasalini,makauntukmenjagakemungkinanterjadinyasesuatuyangakan mengakibatkanpajak yang terhutangtidak dapat ditagih, tanpa menunggu jatuh tempo pembayarandalamSuratTagihanPajak,SuratKetetapanPajakatau Surat Ketetapan Pajak Tambahan, penagihannya dapat dilakukan seketika dan sekaligus. Pasal 21Ayat (1)Ayatini menetapkan kedudukan Negarasebagaikreditur preferen yang dinyatakanmempunyaihakmendahuluatasbarang-barangmilikWajib Pajak,dan barang-barang milik wakilnyaakandilelangdi muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2). Dalam hal telah dilakukan tindakan penagihansampai kepada tindakan penagihanaktif,seterusnya pelelangan di muka umum atas barang-barang milik Wajib Pajak, tetapi hasildaripelelangandimukaumumbarang-barangmilikWajibPajak tersebutbelumcukupuntukmelunasihutangpajaknya,makabarang- barang milikwakilnya, sepanjang dalam kedudukannya bertanggung jawab untuk itu, akandisitadandilelang di muka umum untuk melunasi hutang pajak Wajib Pajak. Setelahhutangpajak dilunasibaru diselesaikanpembayarankepada kreditur lainnya. Maksud dari ayat ini adalahuntuk memberikesempatan pada Pemerintahuntuk mendapatkan pembagian lebih dahuludarikreditur lain atas hasil pelelangan barang-barang milik Wajib Pajak atau wakilnya di muka umum guna menutupi atau melunasitunggakan pajaknya. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Pada ayat ini ditegaskan bahwa hak mendahulu ini melebihisegala hak lainnya, artinya lebih kuat dari hak lainnya kecuali terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksuddalam :1. Pasal 1139 angka 1 KitabUndang-undangHukumPerdatayang berbunyi:"biaya perkara yangsemata-matadisebabkan karenasuatu penghukumanuntukmelelang suatubarangbergerakmaupuntak bergerak. Biaya ini dibayar dari hasil penjualan benda-benda tersebut terlebih dahulu daripada semua piutang lainnya yang diistimewakan, bahkan lebih dahulupuladaripadagadaidan hipotik". 2. Pasal 1139 angka 4KitabUndang-undangHukumPerdatayang berbunyi:"biaya yang telahdikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang". 3. Pasal 1149 angka 1 KitabUndang-undangHukumPerdatayang berbunyi :"biaya perkara, yang semata-mata disebabkan karena pelelangandanpenyelesaian suatuwarisan;biayainididahulukan daripada gadaidan hipotik". 4. Pasal 80 dan Pasal 81 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, mengenai hak tagihan seorang komisioner. Ayat (4)Cukup jelas. Ayat (5)Cukup jelas. Pasal 22Padadasarnyapelaksanaanpenagihanpajakdaluwarsadalamwaktulima tahun, tetapidapatsaja melebihi lima tahunapabila :1. telah dikeluarkan Surat Tegoran dan Surat Paksa;2. adanya pengakuan Wajib Pajak secara langsung atau tidaklangsung antara lain :a. dilakukan pembayaran hutangpajak itu;b. diajukan permohonan penundaan pembayaran;atauc. diadakannya pengangsuran pembayaran.Dalam hal demikian kedaluwarsaan penagihan piutang pajak dihitung dari saat terjadinya peristiwa-peristiwatersebut di atas Pasal 23Cukup jelas. Pasal 24MenteriKeuanganakanmengaturtatacarapenghapusandanmenentukan besarnya jumlahpiutangpajak yang tidak dapat ditagihlagi. Melalui cara ini akandapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutangpajak yang, akan dapat ditagih atau dicairkan. Pasal 25Ayat (1)Perkataan "suatu" dalam ayat ini, dimaksudkan bahwa satu keberatan harus diajukanuntuksatujenispajakdansatutahunpajak,misalnya:Pajak Penghasilan Tahun Pajak 1985 dan Tahun Pajak 1986. Keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Penghasilan Tahun 1985 dan Tahun 1986 tersebut, harusdiajukanmasing-masing dalamsatuSuratKeberatantersendiri. Untuk duatahunpajak tersebut harus diajukan duabuah Surat Keberatan. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Batas waktupengajuan Surat Keberatan ditentukandalam waktutigabulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak atau SKP sebagaimana ditentukan dalam ayat(1), dengan maksudagar supaya Wajib Pajak mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan Surat Keberatan beserta alasannya. Apabilaternyata bahwa batas waktu tiga bulan tersebut tidakdapatdipenuhioleh Wajib Pajak, karenakeadaandiluarkekuasaanWajibPajak(forcemayeur),maka tenggang waktu selama tiga bulan tersebut masih dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang oleh Direktur JenderalPajak.Ayat (4) Tandabukti/ResipenerimaanSuratKeberatansangatdiperlukanuntuk memenuhiketentuan formal. Diterima atau tidaknya hak mengajukan Surat Keberatan dimaksud, tergantung dipenuhinya ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksuddalam ayat (3), yang dihitung mulaiditerbitkannya sampai saat diterimanya Surat Keberatan tersebut. Tanda buktiatau resi penerimaan tersebutoleh Wajib Pajak dapat juga digunakan sebagai alat kontrol baginya, untuk mengetahui sampai kapan batas waktu dua belas bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ituberakhir.Tanda bukti atau resi penerimaan itudiperlukanuntuk memastikanbahwa keberatannya dikabulkan, apabila dalam jangkawaktu tersebut Wajib Pajak tidak menerima surat balasan dari Direktur Jenderal Pajak atas keberatan yang diajukannya. Inilah yang dimaksuddengan kata "kepentingan" dalam ayat ini. Ayat (5)Agar Wajib Pajak dapat menyusun keberatan dengan alasan- alasan yang kuat,WajibPajakdiberihakuntukmemintadasar-dasarpengenaan, pemotonganataupemungutanpajakyangtelahditetapkan, sebaliknya Direktur JenderalPajak berkewajiban untuk memenuhi permintaan tersebut di atas.Ayat (6)Untukmencegahusahapenghindaran ataupenundaanpajakmelalui pengajuan Surat Keberatan, maka pengajuan keberatan itu tidak menghalangitindakan penagihan. Ketentuan ini perludicantumkan dengan maksud agar Wajib Pajak dengan dalih mengajukan keberatan, untuk tidak melakukankewajibanuntukmembayarpajakyangtelah ditetapkan, sehingga dapat dicegah terganggunya penerimaan negara. Pasal 26Ayat (1)TerhadapSurat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak kewenangan penyelesaiandalamtingkat pertamadiberikankepadaDirekturJenderal Pajak dengan ketentuan batasan waktupenyelesaian keputusan atas keberatanWajibPajakditetapkanpalinglama duabelasbulan sejak tanggalSuratKeberatanditerima.Denganditentukannyabataswaktu penyelesaiankeputusanataskeberatantersebut,berartiakandiperoleh suatukepastianhukumbagiWajibPajak di sampingterlaksananya administrasi perpajakan. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Cukup jelas. Ayat (4)Ayat ini mengharuskan Wajib Pajak membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak, dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan terhadap pajak-pajak yang ditetapkan secara jabatan, Surat Ketetapan Pajak secara jabatan tersebut diterbitkan karena Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan,meskipuntelahditegorsecaratertulis,atautidakmemenuhi kewajiban menyelenggarakan pembukuan, atau menolak untuk memberikankesempatankepadapejabatpemeriksamemasukitempat- tempattertentuyangdipandangperlu,dalamrangkapemeriksaanguna menetapkan besarnya jumlah pajak yang terhutang. Apabila Wajib Pajak tidakdapatmembuktikanketidakbenaranSuratKetetapanPajaksecara jabatan itu, makakeberatannya ditolak. Ayat (5)Cukup jelas. Pasal 27Ayat (1)DalamhalWajibPajakmasihmerasakurangpuasterhadapkeputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan yang diajukan, Wajib Pajak masih diberi kesempatan untuk mengajukan banding ke badan peraduan pajak, dalam hal seperti yang ada sekarang Majelis Pertimbangan Pajak, dalam jangkawaktutigabulansejaktanggalkeputusankeberatantersebut. Dengandemikian bagi Wajib Pajak telahdiberikancukup waktu untuk menyiapkanSuratBandingbesertaalasan-alasandanbukti-buktiyang diperlukanbagi badan peradilanpajak tersebut. Ayat (2)Lihat penjelasan Pasal 25 ayat (2). Ayat (3)Lihat penjelasan Pasal 25 ayat (6). Pasal 28Ayat (1)Cukup jelas. Ayat (2)Padadasarnyasetiaporang/Badanyang melakukan kegiatan usahaatau pekerjaan bebas diharuskan mengadakan pembukuan. Tetapi bagi Wajib Pajak yang karena kemampuannya belum memadai, dimungkinkan untuk dibebaskan dari kewajiban mengadakan pembukuan. Yang dimaksud dengan "dibebaskan" dari kewajiban mengadakan pembukuandalamayatini,tidakdiartikanbahwaWajibPajakuntuk seterusnya tidak berusaha untuk meningkatkan kemampuannya menyelenggarakanpembukuansecaralengkapdanbaik,sehinggasama sekalitidak memiliki pembukuandalam menyelenggarakanusahanya.Sepanjang kemampuan tersebut belum dimiliki, Wajib Pajak dibenarkan untuk hanya membuat catatan-catatan yang merupakan pembukuan sederhanayangmemuat data-datapokokyang dapat dipakaiuntuk melakukanpenghitunganpajakyangterhutangbagiWajibPajakyang bersangkutan. Ayat (3)Cukup jelas. Ayat (4)Cukup jelas. Ayat (5)Cukup jelas. Ayat (6)Pembukuandandokumen-dokumenyangberhubungandengankegiatan usaha atau perusahaan harusdisimpan selama sepuluhtahun, supaya dalam batas waktu tersebut apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan suratketetapanpajak,bahanpembuktianyangdiperlukanmasihtetap tersedia.Kurun waktu sepuluh tahun harus disimpannya pembukuan dokumen-dokumenyangmenjadi dasarpembukuan adalahtaat asas (konsisten) dengan ketentuan Pasal 40 mengenai gugurnya tuntutan pidana perpajakan. Pasal 29Ayat (1)Direktur Jenderal Pajak,dalam rangka melaksanakan tugas pemungutan pajak, diberikan wewenang untuk melaksanakan pemeriksaan, guna keperluan penetapan pajak yang terhutangdan keperluan-keperluanlain dalamrangkamelaksanakanketentuanperaturanperundang-undangan perpajakan.Tujuan pemeriksaan, terutama adalahuntuk memperoleh/ mengumpulkan bahan-bahan yang dijadikandasaruntuk:a. menerbitkan Surat Ketetapan Pajak/Surat Ketetapan Pajak Tambahan;b. menerbitkan Surat Pemberitaan;c. menerbitkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak.d. hal-hallain yang berhubungandengan administrasi perpajakan. Pengertian "tujuan lain" dalam ayat ini dimaksudkan adalah pemeriksaan dalam rangka yang menyangkuthal-hal sebagai berikut :a. menyusun Norma Penghitungan;b. mencocokkandatadanalat keterangan;c. menentukan besarnya pembayaran pajak dalam suatu Masa Pajak bagi Wajib Pajak baru;d. hal-hallain yang berhubungandengan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Oleh karena pembukuan, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang berkaitandengankegiatanusahadanketerangan-keteranganlainyang diperlukandemikianpentingperanannyadalammenentukanbesarnya pajak yang terhutang, maka apabila diminta oleh petugas pemeriksa, Wajib Pajak harus memperlihatkan atau meminjamkannya. Bilamana pembukuan, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan tidak dapat diberikanolehWajibPajakdengandalihuntukmenghindarkandiri, berdasarkan ayat ini petugas pemeriksadibolehkan memasuki tempat atau ruanganyangmenurutdugaanpetugaspemeriksadigunakansebagai tempat penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen tersebut.Ayat (4)Untuk mencegah adanya dalih terikat pada kerahasiaan, sehingga pembukuan, catatan, dokumen sertaketerangan-keterangan lainyang diperlukan tidak dapat diberikan oleh Wajib Pajak, maka ayat ini menegaskan bahwakewajiban merahasiakan itudapat ditiadakan. Pasal 30Terhadaporangataubadanyangpada saat dilakukanpemeriksaantidak bersediamemberikesempatankepadapetugaspemeriksauntukmemasuki tempat-tempat/ruangan-ruangantertentuyangdidugadisimpandidalamnya pembukuan,dokumen-dokumen,dancatatan-catatan,sehinggapembukuan, dokumen-dokumen, dan catatan-catatan yang diperlukantidak dapat diperoleh, makaWajibPajakdianggapmenghalang-halangipelaksanaanpemungutan pajak.Dalam hal demikian Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk melakukan tindakan penyegelan tempat atau ruangan- ruangan tertentu yang diperkirakansebagaitempatpenyimpananpembukuan,catatan-catatan,dan dokumen-dokumen guna mengamankan atau mencegah hilangnya pembukuan, catatan-catatan dandokumen-dokumen tersebut. Pasal 31Untuk terlaksananya keseragaman, ketertiban, dan kesatuan tindakan pelaksanaanpemeriksaan,perludiaturketentuandantatacaranyadengan Peraturan Pemerintah. Pasal 32Ayat (1)DalamUndang-undanginiditentukansiapayangmenjadiwakiluntuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak terhadap Badan, Badandalampembubaran,warisanyangbelumdibagidananakyang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampunan. Bagi Wajib Pajak tersebut perlu ditentukan siapa yang menjadi wakil atau kuasanya, gunamelakukantindakanhukum,melaksanakanhakdankewajiban perpajakan, oleh karena merekatidak dapat atau tidak mungkin melakukan sendiritindakanhukum tersebut.Ayat (2)Pengecualianyangdimaksuddalamayatiniharusdenganpembuktian bahwa dalam kedudukannya sebagai wakil menurut kewajaran dan kepatutan tidak mungkin dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadidan/atau secara renteng. Ayat (3)Ayat ini memberikan kelonggaran dari kesempatan bagi Wajib Pajak untuk mintabantuanoranglainyangmemahamimasalahperpajakansebagai kuasanya,untukdan atasnamanyamembantumelaksanakanhakdan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajibanformaldanmaterialsertapemenuhanhakWajibPajak yang ditentukandalam undang-undang perpajakan. Pasal 33Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pembeli atau konsumenbarangataupenerimajasa,karenaitusudahseharusnyaapabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasabertanggung jawab renteng ataspembayaranpajakyangterhutangapabilaternyatabahwapajakyang terhutang tersebut tidak dibayarnya. Pasal 34Ayat (1)Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas dibidang perpajakan,dilarangmengungkapkankerahasiaanWajibPajak yang menyangkut masalah perpajakan. Masalah kerahasiaan tersebut perlumendapatkan perlindungan, untukmencegahdisalahgunakannyabahan keterangan … keterangan Wajib Pajak, dalam usaha persaingan dagang atau mengungkapkan keadaan asal usul kekayaan atau penghasilan yang diperoleh, yang padahakekatnya merupakan rahasia pribadi, sesuaidengan asas hukumpajak. Ayat (2)Para ahli seperti ahli/juru bahasa, akuntan, pengacara dan sebagainya yang ditunjuk olehDirekturJenderalPajakuntukmembantupelaksanaan undang-undang perpajakan, padahakekatnya adalah sama dengan petugas pajak yang dilarang pula untuk mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Ayat (3)Untukkepentinganpengamanankeuangannegarayangdilakukanoleh, pejabat pemeriksa yang ditugaskanuntukitu,baikoleh pejabat pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Menteri Keuangan dapat memberikan izin kepada Badan- badan tersebut, untuk melihat bukti-bukti perpajakan yang terikat dengan kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)dan ayat(2), dalam rangka melaksanakan tugas pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara yang adahubungannya dengan masalah perpajakan. Ayat (4)Untukmelaksanakanpemeriksaandisidangpengadilandalamperkara pidana yang berhubungan dengan masalah perpajakan, demi kepentingan peradilan,MenteriKeuangandapatmemberikanizinpembebasanatas kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak termasukpejabat yang ditugaskan dalam badan peradilan perpajakan atau Majelis Pertimbangan Pajak dan para ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)dan ayat(2), atas permintaan tertulis Hakim ketua sidang. Ayat (5)Maksud dari ayat ini adalah merupakan pembatasan dan penegasan, bahwa keteranganperpajakanyangdimintatersebutadalahhanyamengenai perkara pidana tentang perbuatan atau peristiwa yang menyangkut bidang perpajakandan hanya terbatas padatersangka yang bersangkutan. Pasal 35Ayat (1)Untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, pihakketigayangmempunyaihubungan denganWajibPajakyang diperiksa, seperti Konsulen Pajak, Akuntan Publik, Notaris dan pihak atau orang lainnya yang adahubungannya dengantindakan atau kegiatanusaha Wajib Pajak harus memberikan keterangan dan bukti-bukti yang dimintapetugasDirektorat JenderalPajakdalam rangka pemeriksaan Wajib Pajakyang … yangbersangkutan.Bahanketeranganataubuktiyangdimintatersebut diperlukan untuk melengkapi bahan keterangan perpajakan guna menghitungdanmenentukanbesarnyajumlahpajakyang sebenarnya terhutang bagi Wajib Pajak yang diperiksa. Selain itu, ketentuan dalam ayat inidimaksudkanpulauntukmencegahadanyausahamenyembunyikan bahan keterangan atau bukti-bukti mengenai perpajakan ditempat- orang lain.Ayat (2)Cukup jelas. Pasal 36Ayat (1)Dapat saja terjadi dalam praktek, bahwa sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak, karena ketidaktelitian petugas pajak dapat membebani WajibPajakyangtidakbersalah atautidakmemahami peraturan perpajakan. Dalam hal yang demikian, sanksiadministrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur JenderalPajak.Demikian juga Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya, dan berlandaskanunsurkeadilan dapatmengurangkan ataumembatalkan KetetapanPajakyangtidakbenar,misalnyaWajibPajakyangditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal(memasukkanSuratKeberatantidakpadawaktunya)meskipun persyaratan material terpenuhi. Ayat (2)Cukup jelas. Pasal 37Sesuaidengan keadaanekonomikeuangan, nilai uangakandapat berubah- ubah. Karena itu undang-undang memberikan wewenang kepada Pemerintah apabiladiperlukandapat mengeluarkan Peraturan Pemerintahuntuk mengubah dan menyesuaikan besarnya sanksi administrasi berupa bunga, denda administrasi, dan kenaikansesuaidengan keadaan ekonomikeuangan. Pasal 38Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjangmenyangkuttindakanadministrasiperpajakan dikenakansanksi administrasi, sedangkan yang menyangkut tindak pidanadi bidang perpajakan, dikenakansanksi pidana.Dengan adanya sanksipidana tersebut,diharapkan tumbuhnya kesadaran bagi Wajib Pajakuntuk mematuhi atau melakukankewajiban perpajakannya seperti yang ditentukan dalam undang-undang perpajakan. Kealpaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidakhati-hatidantidak memperdulikan kewajibannya, sehingga perbuatannya tersebut mengakibatkankerugian bagi negara. Pasal 39Ayat (1)Perbuatanatautindakansebagaimanadimaksuddalamayatiniyang dilakukandengan sengajabukan lagi merupakan pelanggaran administrasi tetapimerupakantindakpidanakejahatan,karenaitudiancamdengan pidana yang lebih berat daripada perbuatan karena kealpaan yang sifatnya adalah pelanggaran. Ayat (2)Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan,makabagimerekayangmelakukanlagitindakpidanadi bidangperpajakansebelumlewatsatutahunsejakselesaimenjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana lebih berat, ialah dua kali lipat dari ancaman pidana yang diaturdalam ayat (1). Pasal 40Tindak pidana di bidang perpajakan daluwarsa sepuluh tahun, dari sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan. Hal tersebut dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak, Penuntut Umum dan Hakim. angkawaktu sepuluh tahun tersebut adalah untuk menyesuaikan dengan daluwarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitunganjumlahpajak yang terhutang,selama sepuluhtahun. Pasal 41Ayat (1)Untukmenjaminbahwa kerahasiaanmengenaiperpajakantidak akan diberitahukan pada pihak lain, dan supaya Wajib Pajak dalam memberikan data-datadanketerangantidakragu-ragu,dalamrangkapelaksanaan undang-undang perpajakan, maka perluadanya sanksipidana bagi pejabat yang bersangkutan yang menyebabkan terjadinya pelanggaran pengungkapankerahasiaan tersebut.Pelanggaran kerahasiaan yang dilakukan menurut ayat ini, adalah dilakukan karena kealpaannya dalam arti lalai, tidak hati-hati atau tidak memperdulikan sehingga kewajiban untuk merahasiakan keadaan, keterangan atau bukti-bukti yang ada pada Wajib Pajak yang dilindungi oleh undang-undang perpajakan,dilanggar. Atas pelanggaran karena kealpaannyatersebutdihukumdenganhukumanyangsetimpaldengan kealpaannya tersebut. Ayat (2)Ketentuan yang diatur dalam ayat ini adalah berunsur kesengajaan sehingga mengakibatkan pembocoran kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalamPasal34.Karenaituhukumannyalebihberatdibandingdengan sanksipidana yang ditentukan dalam ayat(1).Unsur kesengajaan tersebut menjurus pada kejahatan, karena itu hukumannya sesuaidengan perbuatan kejahatan tersebut. Ayat (3)Tuntutan pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)dan ayat(2)sesuai dengan sifatnya, adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau Badan selaku Wajib Pajak, karena itu dijadikantindak pidana pengaduan. Pasal 42Ayat (1)Cukup jelas. Ayat (2)Cukup jelas. Pasal 43Ketentuan pidana di bidang perpajakan tidak saja ditujukan kepada diri Wajib Pajak, tetapi juga kepada pihak lain yang ditunjuk sebagai wakil, kuasa atau pegawai Wajib Pajak yang diberipelimpahan tanggung jawab atau tanggung jawab secara renteng atas pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang dipercayakandandikuasakan padanya. Pasal 44Ayat (1)Penyidikandibidangperpajakanadalahserangkaiantindakanpenyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diperlukan,sehingga dapat membuat terang tentang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, dan guna menemukantersangka serta mengetahui besarnya pajak terhutang yangdidugadigelapkan.Penyidikdibidangperpajakanadalahpejabat pegawainegeritertentudilingkunganDirektoratJenderalPajakyang diangkatolehMenteriKehakimansesuaidenganketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku.Penyidikantindak pidana dalambidang perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan peraturan pelaksanaannya. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Cukup jelas. Pasal 45Meskipun undang-undang perpajakan yang lama telah dicabut dengan diundangkannya Undang-undang ini, untuk menampung penyelesaian penetapan pajak-pajak terhutang pada masa atau tahun pajak sebelum berlakunya Undang-undang ini, yangpelaksanaannyamasihberdasarkan ketentuanperaturanperundang-undanganperpajakanlama,makaUndang- undang ini menentukanjangka waktu berlakunya peraturan perundang- undangan lama sampai dengan tanggal 31 Desember1988.Penentuan jangka waktulima tahuntersebut disesuaikandengandaluwarsa penagihan pajak. Pasal 46Cukup jelas. Pasal 47OrdonansiPajakPerseroan 1925danUndang-undangPajakatasBunga, Dividen,danRoyalti 1970beserta semuaperaturanpelaksanaannyatetap berlaku terhadap penghasilan kenapajak yang diterima atau diperoleh dalam bidang penambangan minyak dan gas bumi dan dalam bidang penambangan lainnya yang dilakukan dalam rangka perjanjian Kontrak Karya dan Kontrak BagiHasil.sepanjangperjanjianKontrakKaryadanKontrakBagiHasil tersebut masih berlakupada saat berlakunya Undang-undang ini.Ketentuan Undang-undang ini baru berlaku terhadap penghasilan kena pajak yang diterima atau diperoleh dalambidang penambangan minyak dan gas bumi yangdilakukandalambentukperjanjianKontrakKaryadanKontrakBagi Hasil, apabila perjanjian Kontrak Karya dan Kontrak Bagi Hasil tersebut dibuat setelah berlakunya Undang-undang ini. Pasal 48Untuk menampung hal-hal yang belum cukup diatur mengenai tata cara atau kelengkapan yang materinyasudahdicantumkandalamUndang-undangini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.Dengan demikian akan lebih mudah mengadakan penyesuaian pelaksanaan Undang-undang inidan tata cara yang diperlukan. Pasal 49Cukup jelas. Pasal 50Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1983 NOMOR 3262
页:
[1]